JAKARTA. Perkara kepailitan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) masih menyisakan ketidakjelasan perihal fee kurator. Kurator Telkomsel kini mencari keadilan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, Feri Samad, Edino Girsang, dan M. Sadikin selaku kurator pailit Telkomsel menyeret Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsudin sebagai tergugat I. Sementara Telkomsel dan para kuasa hukumnya yaitu Ricardo Simanjuntak, Muchtar Ali, dan Andri W Kusuma sebagai tergugat II - V. "Para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar salah satu kurator, Feri S. Samad, Senin (27/1). Perbuatan melawan hukum ini dimulai dari tindakan Menkumham yang menerbitkan Permenkumham No. 1 tahun 2013 tentang imbalan jasa kurator. Feri menilai beleid ini telah mengacaukan tatanan hukum kepailitan Indonesia karena menganulir wewenang Pengadilan Niaga untuk menetapkan besaran fee kurator. “Ini merupakan kesengajaan untuk membebaskan Telkomsel dari tanggung jawab biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator,” lanjutnya. Padahal, Feri cs mengklaim telah melakukan tugas kurator dengan penuh tanggung jawab. Diantaranya, mengumumkan kepailitan Telkomsel di media nasional dengan menggunakan dana kurator dan mengurus penetapan going concern di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat agar Telkomsel tetap dapat menjalankan usahanya. Kurator juga sudah melakukan rapat, menyerahkan laporan akhir kurator kepada hakim pengawas dan majelis perkara, hingga mengumumkan pembatalan kepailitan Tekomsel di surat kabar nasional dengan biaya sendiri. Andri W Kusuma selaku kuasa hukum Telkomsel menggunakan Permenkumham No.1/2013 untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas penetapan fee kurator hingga dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Akibat putusan MA, fee kurator menjadi tidak jelas dan biaya kepailitan lebih tidak jelas lagi karena sama sekali tidak dipertimbangkan dalam putusan PK tanggal 26 Juni 2013. Dengan dasar Permenkumham No.1/2013 Telkomsel menghapus hak kurator dalam laporan keuangannya. Tak hanya itu, kurator merasa dibohongi lantaran sebelumnya Telkomsel setuju untuk menegosiasikan masalah fee sebelum adanya putusan kasasi. Namun saat putusan kasasi dikabulkan, Telkomsel menyatakan tidak ada hubungan hukum dengan kurator. Selanjutnya, kurator menuding Ricardo dan Muchtar melakukan perbuatan melanggar hukum dengan mengirim surat pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan hakim pengawas perkara Telkomsel agar menerapkan pasal 2 ayat 1 huruf c Permenkumham No.1/ 2013. Dalam pasal ini, fee kurator hanya dibebankan kepada pemohon. Ricardo yang juga merupakan ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) pada saat itu tidak pernah menjawab surat dari Tim Pembela Kepailitan yang di dalamnya termasuk kurator Telkomsel untuk mengajukan judicial review. Feri menganggap kuasa hukum Telkomsel tidak mendukung tercapainya perdamaian antara Telkomsel dengan kurator dan terkesan lepas tangan. Padahal melihat posisi Ricardo sebagai ketua AKPI, seharusnya mengerti hak dan kewajiban kurator, serta pertentangan pasal 2 huruf c Permenkumham No.1/2013 dengan pasal 17 ayat 2 dan 3 UU Kepailitan. Sementara Andri, dianggap menyerang nama baik kurator di berbagai media. Diantaranya dengan pernyataan Telkomsel tidak akan membayar uang fee kurator sepeser pun. Andri juga menyarankan mediasi kurator dengan Telkomsel setelah putusan PK. Untuk itu, Feri cs meminta ganti rugi materiil penggunaan materai senilai Rp 6000,- dan immateriil yaitu berupa pengumuman perbuatan melawan hukum para tergugat dan permintaan maaf yang tulus melalui media Kompas dan Bisnis Indonesia satu halaman penuh selama dua hari berturut-turut. “Perbuatan mereka jelas menimbulkan korban. Permenkumham No.1/2013 terbit, kemudian setelah dipakai untuk menyelamatkan Telkomsel dibatalkan MA,” tandasnya. Amir Syamsudin mengaku belum mendapat salinan putusan MA yang membatalkan Permenkumham No.1/2013. “Putusannya hanya menyatakan kabul terhadap permohonan juducial review, tetapi kan belum tahu isi salinan putusan,” ujarnya. Amir mempersilahkan para kurator untuk melakukan tindakan hukum apapun. “Terbitnya Permenkumham No.1/2013 saat itu murni untuk kepentingan umum, agar para pihak tidak seenaknya mengajukan pailit,” lanjutnya. Amir menilai pailit yang diajukan terhadap Telkomsel tidak masuk akal dan dapat dijadikan acuan bagi perkara kepailitan lain. Pasalnya, utang Telkomsel terhadap pemohon pailit yaitu Prima Jaya dinilai kecil, hanya sekitar Rp 5 miliar. Sehingga kalau hal ini dibiarkan, di kemudian hari siapapun bisa memailitkan perusahaan asal mempunyai tagihan hutang. Sementara Andri W Kusuma menyatakan tindakan yang dituduhkan kurator ia lakukan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum Telkomsel dan pihak yang mengerti hukum. “Kita ikuti saja prosesnya, bagaimana pembuktiannya,” ujar Andri.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Eks kurator gugat Telkomsel dan Menkumham
JAKARTA. Perkara kepailitan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) masih menyisakan ketidakjelasan perihal fee kurator. Kurator Telkomsel kini mencari keadilan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, Feri Samad, Edino Girsang, dan M. Sadikin selaku kurator pailit Telkomsel menyeret Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsudin sebagai tergugat I. Sementara Telkomsel dan para kuasa hukumnya yaitu Ricardo Simanjuntak, Muchtar Ali, dan Andri W Kusuma sebagai tergugat II - V. "Para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar salah satu kurator, Feri S. Samad, Senin (27/1). Perbuatan melawan hukum ini dimulai dari tindakan Menkumham yang menerbitkan Permenkumham No. 1 tahun 2013 tentang imbalan jasa kurator. Feri menilai beleid ini telah mengacaukan tatanan hukum kepailitan Indonesia karena menganulir wewenang Pengadilan Niaga untuk menetapkan besaran fee kurator. “Ini merupakan kesengajaan untuk membebaskan Telkomsel dari tanggung jawab biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator,” lanjutnya. Padahal, Feri cs mengklaim telah melakukan tugas kurator dengan penuh tanggung jawab. Diantaranya, mengumumkan kepailitan Telkomsel di media nasional dengan menggunakan dana kurator dan mengurus penetapan going concern di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat agar Telkomsel tetap dapat menjalankan usahanya. Kurator juga sudah melakukan rapat, menyerahkan laporan akhir kurator kepada hakim pengawas dan majelis perkara, hingga mengumumkan pembatalan kepailitan Tekomsel di surat kabar nasional dengan biaya sendiri. Andri W Kusuma selaku kuasa hukum Telkomsel menggunakan Permenkumham No.1/2013 untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas penetapan fee kurator hingga dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Akibat putusan MA, fee kurator menjadi tidak jelas dan biaya kepailitan lebih tidak jelas lagi karena sama sekali tidak dipertimbangkan dalam putusan PK tanggal 26 Juni 2013. Dengan dasar Permenkumham No.1/2013 Telkomsel menghapus hak kurator dalam laporan keuangannya. Tak hanya itu, kurator merasa dibohongi lantaran sebelumnya Telkomsel setuju untuk menegosiasikan masalah fee sebelum adanya putusan kasasi. Namun saat putusan kasasi dikabulkan, Telkomsel menyatakan tidak ada hubungan hukum dengan kurator. Selanjutnya, kurator menuding Ricardo dan Muchtar melakukan perbuatan melanggar hukum dengan mengirim surat pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan hakim pengawas perkara Telkomsel agar menerapkan pasal 2 ayat 1 huruf c Permenkumham No.1/ 2013. Dalam pasal ini, fee kurator hanya dibebankan kepada pemohon. Ricardo yang juga merupakan ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) pada saat itu tidak pernah menjawab surat dari Tim Pembela Kepailitan yang di dalamnya termasuk kurator Telkomsel untuk mengajukan judicial review. Feri menganggap kuasa hukum Telkomsel tidak mendukung tercapainya perdamaian antara Telkomsel dengan kurator dan terkesan lepas tangan. Padahal melihat posisi Ricardo sebagai ketua AKPI, seharusnya mengerti hak dan kewajiban kurator, serta pertentangan pasal 2 huruf c Permenkumham No.1/2013 dengan pasal 17 ayat 2 dan 3 UU Kepailitan. Sementara Andri, dianggap menyerang nama baik kurator di berbagai media. Diantaranya dengan pernyataan Telkomsel tidak akan membayar uang fee kurator sepeser pun. Andri juga menyarankan mediasi kurator dengan Telkomsel setelah putusan PK. Untuk itu, Feri cs meminta ganti rugi materiil penggunaan materai senilai Rp 6000,- dan immateriil yaitu berupa pengumuman perbuatan melawan hukum para tergugat dan permintaan maaf yang tulus melalui media Kompas dan Bisnis Indonesia satu halaman penuh selama dua hari berturut-turut. “Perbuatan mereka jelas menimbulkan korban. Permenkumham No.1/2013 terbit, kemudian setelah dipakai untuk menyelamatkan Telkomsel dibatalkan MA,” tandasnya. Amir Syamsudin mengaku belum mendapat salinan putusan MA yang membatalkan Permenkumham No.1/2013. “Putusannya hanya menyatakan kabul terhadap permohonan juducial review, tetapi kan belum tahu isi salinan putusan,” ujarnya. Amir mempersilahkan para kurator untuk melakukan tindakan hukum apapun. “Terbitnya Permenkumham No.1/2013 saat itu murni untuk kepentingan umum, agar para pihak tidak seenaknya mengajukan pailit,” lanjutnya. Amir menilai pailit yang diajukan terhadap Telkomsel tidak masuk akal dan dapat dijadikan acuan bagi perkara kepailitan lain. Pasalnya, utang Telkomsel terhadap pemohon pailit yaitu Prima Jaya dinilai kecil, hanya sekitar Rp 5 miliar. Sehingga kalau hal ini dibiarkan, di kemudian hari siapapun bisa memailitkan perusahaan asal mempunyai tagihan hutang. Sementara Andri W Kusuma menyatakan tindakan yang dituduhkan kurator ia lakukan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum Telkomsel dan pihak yang mengerti hukum. “Kita ikuti saja prosesnya, bagaimana pembuktiannya,” ujar Andri.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News