Jakarta. Pemerintah telah memoratorium lahan sawit. Namun, pemerintah tidak berhak menghentikan kegiatan penanaman sawit karena kegiatan tersebut memiliki mempunyai perizinan dan dibebani hak dan kewajiban yang diatur dalam hukum. “Yang diatur adalah pembatasan budidaya sawit di kawasan gambut, serta pelarangan penanaman komoditas di kawasan hutan primer dan kawasan konservasi,” kata mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ahmad Manggabarani dalam keterangan tertulis, Senin (18/7). Pernyataan tersebut disampaikan Manggabarani menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Planologi kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang.
Sebelumnya, San Afri bilang KLHK akan menunda perubahan peruntukan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. San Afri juga menegaskan, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap pelepasan dan tukar kawasan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dibangun serta terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan, tukar menukar, yang terindikasi dipindatangankan pada pihak lain, izin sawit existing yang luas tutupan hutannya masih produktif dan keberadaan kebun sawit dalam hutan. Dari kriteria tersebut, kata dia, potensi yang dapat dijadikan obyek moratorium seluas 948.418,79 ha. Asumsinya, batas moratorium diitetapkan selama 5 tahun. Menurut Manggabarani, moratorium yang diberlakukan mulai tahun 2010 pada pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan pemerintahan saat ini, fokusnya adalah pembatasan kegiatan budiddaya pada lahan gambut. “Sangat tidak tepat jika pemerintah melarang sawit karena itu membatasi hak berusaha di Indonesia.” terangnya. Ia menganjurkan, agar pemerintah perlu fokus mengawasi dan mengeluasi keberhasilan pada kawasan-kawasan yang telah di moratorium dan memetakan kawasan-kawasan mana saja yang bisa dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Menurutnya lebih baik pemerintah mengembangkan komoditas lain seperti kopi, tebu dan lain sebagainya. Namun tidak bijaksana jika pemerintah melarang sawit yang merupakan komoditas unggulan hanya dengan alasan perlu mengembangkan komoditas lain. Menurut Manggarani, selama ini, perkebunan sawit mentaati keinginan pemerintah untuk melakukan penanaman secara berkelanjutan serta meningkatkan intensifikasi melalui penanaman bibit unggulan dan peremajaan (replanting).
Namun, ekstensifikasi juga menjadi keharusan agar karena permintaan CPO ke depan masih besar. "Kita tidak boleh menutup mata hanya untuk memenuhi kepentingan ego sektoral semata," tambahnya. Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (KSKP) Institut Pertanian Bogor (IPB) KSKP IPB Dr Dodik Ridho Nurrochmat, mengatakan, keputusan untuk melakukan moratorium perkebunan kelapa sawit harus mengacu kepada beberapa aspek seperti sosial, ekonomi dan posisi Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan melakukan simulasi apakah target target produksi minyak kelapa sawit mentah atau
crude palm oil (CPO) sebanyak 40 juta ton pada tahun 2020 sudah mencukupi atau perlu dikembangkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto