JAKARTA. Bekas Direktur Keuangan dan Kepala Divisi Keuangan PT Askrindo, Zulfan Lubis serta Rene Setiawan, akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun oleh majelis hakim, pada pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (5/7). Majelis hakim yang diketuai oleh Pangeran Napitupulu menilai keduanya bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, sebagaimana yang didakwa jaksa. Sebelumnya, keduanya didakwa telah melanggar pasal 2 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU no 31 tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP, dan pada dakwaan subsider melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. “Setelah memperhatikan fakta persidangan, majelis hakim menilai terdakwa terbukti memenuhi unsur-unsur atas pasal yang didakwakan,” papar Pangeran. Mereka dinilai bertanggung jawab, atas penempatan dana investasi Askrindo sebesar Rp 442 miliar di empat perusahaan Manajer Investasi (MI). Di antaranya PT Reliance Asset Management (RAM) Rp 96,5 miliar, PT Harvestindo Aset Management (HAM) sebesar Rp 80 miliar, PT Jakarta Investindo sebesar Rp 182 miliar, dan PT Jakarta Securities sebsar Rp 83 miliar. Penempatan dana itu, diketahui sebagai siasat keduanya untuk menutupi macetnya pembayaran atas Letter of Credit (LC) Askrindo yang diberikan kepada nasabahnya. Adapun nasabah Askrindo tersebut di antaranya PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah. Atas inisiatif Zulfan dan Rene, kemudian Askrindo bermaksud memberikan dana talangan kepada keempat nasabahnya tersebut. Nah agar tidak terlihat memberikan dana talangan, Askrindo menyalurkannya melalui empat perusahaan MI tadi, dengan cara membeli produk investasi berupa Repurchasing Agreement (Repo) saham, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Obligasi maupun reksadana. Dengan menggunakan dana penempatan dari Askrindo itulah, keempat MI itu kemudian membeli Promissory Notes (PN) atau surat sanggup bayar dan Medium-Perms Notes (MPN) milik keempat nasabah Askrindo tadi. “Padahal menurut Peraturan Menteri Keuangan, pemberian dana talangan ini tidak diperbolehkan,” ujar Pangeran. Bahkan dari hasil audit yang dilakukan BPK, pemberian dana talangan ini dinilai berisiko tinggi, oleh karenanya haruslah dihentikan. Namun, kedua terdakwa bergeming, dan tetap melanjutkan rencananya. Adapun tujuan dilakukannya pembelian PN dan MPN melalui keempat MI ini agar dapat memberikan keuntungan dan dapat menutupi kerugiannya dalam melakukan penjaminan. Sekaligus membantu nasabah askrindo yang mengalami kesulitan keuangan. Namun dana talangan tersebut hingga kini tidak bisa dikembalikan seluruhnya oleh keempat perusahaan MI, maupun para nasabahnya. Akrindo hanya menerima dana pengembalian sebesar Rp 35 miliar, yang berasal dari pembayaran bunga LC oleh para nasabahnya, yang tak lain berasal dari uang pembelian PN dan MPN tadi. Sementara, dana pokok investasinya, sebesar Rp 406 miliar tidak mampu dikembalikan. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 406 miliar. Usai menjalani persidangan baik jaksa maupun terdakwa Zulfan dan Rene yang disidang secara terpisah, belum menentukan sikapnya atas putusan tersebut. “Kami masih pikir-pikir dulu majelis,” ujar Zulfan. Zulfan sempat meminta hakim agar rekening miliknya tak diblokir. Namun hakim menolaknya.
Eks petinggi Askrindo divonis lima tahun penjara
JAKARTA. Bekas Direktur Keuangan dan Kepala Divisi Keuangan PT Askrindo, Zulfan Lubis serta Rene Setiawan, akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun oleh majelis hakim, pada pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (5/7). Majelis hakim yang diketuai oleh Pangeran Napitupulu menilai keduanya bersalah karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, sebagaimana yang didakwa jaksa. Sebelumnya, keduanya didakwa telah melanggar pasal 2 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU no 31 tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP, dan pada dakwaan subsider melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. “Setelah memperhatikan fakta persidangan, majelis hakim menilai terdakwa terbukti memenuhi unsur-unsur atas pasal yang didakwakan,” papar Pangeran. Mereka dinilai bertanggung jawab, atas penempatan dana investasi Askrindo sebesar Rp 442 miliar di empat perusahaan Manajer Investasi (MI). Di antaranya PT Reliance Asset Management (RAM) Rp 96,5 miliar, PT Harvestindo Aset Management (HAM) sebesar Rp 80 miliar, PT Jakarta Investindo sebesar Rp 182 miliar, dan PT Jakarta Securities sebsar Rp 83 miliar. Penempatan dana itu, diketahui sebagai siasat keduanya untuk menutupi macetnya pembayaran atas Letter of Credit (LC) Askrindo yang diberikan kepada nasabahnya. Adapun nasabah Askrindo tersebut di antaranya PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah. Atas inisiatif Zulfan dan Rene, kemudian Askrindo bermaksud memberikan dana talangan kepada keempat nasabahnya tersebut. Nah agar tidak terlihat memberikan dana talangan, Askrindo menyalurkannya melalui empat perusahaan MI tadi, dengan cara membeli produk investasi berupa Repurchasing Agreement (Repo) saham, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Obligasi maupun reksadana. Dengan menggunakan dana penempatan dari Askrindo itulah, keempat MI itu kemudian membeli Promissory Notes (PN) atau surat sanggup bayar dan Medium-Perms Notes (MPN) milik keempat nasabah Askrindo tadi. “Padahal menurut Peraturan Menteri Keuangan, pemberian dana talangan ini tidak diperbolehkan,” ujar Pangeran. Bahkan dari hasil audit yang dilakukan BPK, pemberian dana talangan ini dinilai berisiko tinggi, oleh karenanya haruslah dihentikan. Namun, kedua terdakwa bergeming, dan tetap melanjutkan rencananya. Adapun tujuan dilakukannya pembelian PN dan MPN melalui keempat MI ini agar dapat memberikan keuntungan dan dapat menutupi kerugiannya dalam melakukan penjaminan. Sekaligus membantu nasabah askrindo yang mengalami kesulitan keuangan. Namun dana talangan tersebut hingga kini tidak bisa dikembalikan seluruhnya oleh keempat perusahaan MI, maupun para nasabahnya. Akrindo hanya menerima dana pengembalian sebesar Rp 35 miliar, yang berasal dari pembayaran bunga LC oleh para nasabahnya, yang tak lain berasal dari uang pembelian PN dan MPN tadi. Sementara, dana pokok investasinya, sebesar Rp 406 miliar tidak mampu dikembalikan. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 406 miliar. Usai menjalani persidangan baik jaksa maupun terdakwa Zulfan dan Rene yang disidang secara terpisah, belum menentukan sikapnya atas putusan tersebut. “Kami masih pikir-pikir dulu majelis,” ujar Zulfan. Zulfan sempat meminta hakim agar rekening miliknya tak diblokir. Namun hakim menolaknya.