JAKARTA. PT Graha Layar Prima Tbk terus memperkuat lini bisnis bioskopnya di Indonesia. Terus bertambahnya populasi generasi muda dengan adanya bonus demografi di tahun 2020 sampai 2030 dan makin bertambahnya kelas menengah dipercaya akan menjadi pendorong makin ciamiknya bisnis bioskop. Untuk itu, emiten dengan kode saham
BLTZ ini terus melebarkan bisnisnya ke seluruh Indonesia melalui pembangunan bioskop-bioskop baru. Tercatat tahun 2015 BLTZ membangun 7 bioskop baru, kemudian 8 bioskop baru lagi di tahun 2016. Direktur Utama BLTZ, Bernard Kent Sondakh menyampaikan, untuk tahun ini kemungkinan yang bisa diresmikan sekitar 12 bioskop baru. Beberapa bioskop-bioskop tersebut berlokasi di Bandung, Tegal, Malang, Pekan baru dan beberapa kota-kota kecil di Indonesia.
"Untuk tahun depan yang sudah pasti akan membangun 18 bioskop baru, tapi masih kita usahakan untuk bisa bertambah. Beberapa lokasinya yaitu Surabaya, Gersik, Palu, Palembang, Makasar, Solo," ujar Bernard kepada KONTAN, Kamis (21/4). Bernard juga memaparkan bahwa setiap bioskop BLTZ membutuhkan biaya investasi sekitar Rp 20 miliar sampai Rp 40 miliar. Biaya investasi tergantung dari lokasi dari bioskop tersebut, semakin strategis dan berada di kota besar tentunya biaya investasi juga akan semakin mahal. Selain itu biaya investasi juga tergantung dari jumlah layar per bioskop. "Rata-rata jumlahnya 4-6 layar," katanya Jika tahun ini BLTZ membangun 12 bioskop baru maka biaya investasi yang akan dikeluarkan itu sekitar Rp 240 miliar sampai Rp 480 miliar. Dana ekspansi bioskop akan diambil dari kas internal perseroan. Tentunya dana itu berasal dari hasil
rights issue yang dilakukan pada 2016 lalu, BLTZ mendapatkan dana segar sebesar Rp 650 juta hasil dari menerbitkan 99,3 juta lembar saham. Selain membangun bioskop baru perseroan juga melakukan kerjasama dengan perusahaan pengeloala ritel milik taipan Chariul Tandjung yaitu PT Trans Retail Indonesia atau Transmart. Hingga saat ini sudah ada 8 Transmart yang disewa dalam jangka waktu 15 tahun. "Kedepan akan terus bertambah seiring dengan pembangunan Transmart," katanya. Sampai 2016 lalu, BLTZ memiliki sebanyak 27 bioskop yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia dengan jumlah layar mencapai 185 layar. Untuk meningkatkan daya saing dengan pemain lain, BLTZ melengkapi bioskop-bioskop baru dengan fasilitas-fasilitas dengan teknologi paling mutakhir. Saat ini perseroan memiliki beberapa sepesial auditorium seperti layar lengkung (Sphere X), 4DX, Sweet Box, Velvet, Gold Clas, dan reguler auditorium. Ini untuk mengakomodir minat dan preferensi penonton supaya bisa menjangkau dari segala segmen dan kalangan. Selain itu perseroan juga mempertahankan hubungan yang kuat dengan distributor film Hollywood. Perseroan juga terus menawarkan beragam konten mulai dari distributor film lokal hingga berbagai jensi konten alternatif lainnya. Seperti yang tayang di bulan ini seperti film Fast & Furious 8, Kartini dan lainnya. Untuk meningkatkan pengunjung bioskop, BLTZ juga mempermudah pelayanan pemesanan tiket menonton seperti layanan
self-ticketing machine yang terpasang di seluruh bioskop perseroan. Selain itu pelanggan juga dapat memperoleh tiket menontong dengan layanan online booking. Bisnis BLTZ tidak hanya menjual tiket semata melainkan menjual makanan dan minuman juga sebagi pelangkap fasilitas bioskop. Selain itu perseroan juga menyediakan jasa rekreasi dan hiburan berupa permainan-permainan. "CGV itu cultur cinema maka di loby dilengkapi dengan fasilitas refleksi, rekreasi, makanan kecil dan lainnya," paparnya. Tahun 2016, BLTZ membukukan kenaikan pendapatan sebesar 43,9% menjadi Rp 574,97 miliar dibanding tahun sebelumnya Rp 399,3 miliar. Kenaikan pendapatan ditunjang olek kenaikan pendapatan dari bioskop sebesar 53,2% menjadi Rp 377,8 miliar, kemudian kenaikan pendapatan makanan minuman sebesar 51,6% menjadi Rp 133,9 miliar. Sedangkan untuk pendapatan acara dan iklan mengalami penurunan 2,3% menjadi 59,8 miliar.
Mekipun demikian ternyata BLTZ masih membukukan rugi bersih sebesar Rp 15 miliar membaik dibanding tahun sebelumnya rugi sebesar Rp 36 miliar. "Dengan jumlah bioskop yang terus bertambah, pendapatan pastinya akan terus naik. Namun kita tidak bisa memprediksi sebab tergantung film yang ditayangkan," ungkapnya. Akhir 2016 lalu, Graha Layar Prima resmi diakuisisi 51% sahamnya oleh perusahaan asal Korea Selatan yaitu CJ CGV Co Ltd. Perusahaan asal negeri Gingseng tersebut telah membeli 222.854.100 lembar saham secara bertahap sejak 2014 sampaik akhir 2016 lalu. Pada bulan Februari lalu, pemegang saham pengendali baru menyelesaikan penawaran tender alias
tender offer atas 3,25 juta lembar saham atau 0,82% dari modal ditempatkan dan disetor. Periode penawaran ini berlangsung pada 2 Februari 2017 sampai 3 Maret 2017. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia