KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang pengumuman hasil rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Kepala Ekonom Bank Nasional Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5%. Hal ini didasari pertimbangan ekspektasi inflasi yang tetap terkendali di target akhir tahun BI, yaitu di kisaran 3,5% plus minus 1% dan realisasi hingga akhir tahun diperkirakan relatif rendah.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata memprediksi BI akan menahan suku bunga acuan di level 5% Selain itu, ada juga pertimbangan dari realisasi suku bunga yang sudah bergerak turun mengikuti arah BI rate di tahun berjalan ini. Ditambah, posisi cadangan devisa yang mencapai US$ 126,7 miliar pada Oktober 2019 dan neraca perdagangan yang surplus sebesar US$ 161 juta dolar. Dari sisi kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (AS), Ryan juga melihat bahwa BI masih memiliki ruang untuk menahan suku bunga acuan. Apalagi saat ini masih ada faktor eksternal seperti perang dagang, Brexit dan geopolitik yang masih membayangi dunia. "Jadi langkah BI yang selama ini sudah
ahead the curve itu sudah benar sehingga sudah saatnya BI menahan diri untuk cooling down, dengan tidak lagi menurunkan suku bunga acuan karena efek penurunan suku bunga acuan pada Oktober 2019 masih berlangsung hingga saat ini," ujar Ryan, Rabu (20/11). Demikian halnya dengan posisi
Deposit Facility Rate dan
Lending Facility Rate. Ryan menganggap bahwa BI masih bisa menahan di level saat ini. Selain itu, BI juga disarankan untuk tidak mengupah kebijakan makroprudensial seperti rasio l
oan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Apalagi dengan adanya sinyal dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang masih akan menahan suku bunga. Untuk selanjutnya, semua kebijakan BI tersebut harus saatnya diimbangi dari kebijakan fiskal. Apalagi saat ini Ryan melihat kebijakan BI sudah banyak untuk menjaga momentum pertumbuhan.
"Sudah saatnya fiskal mengambil peran lebih besar melalui serapan belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang lebih cepat agar kebijakan moneter dan makroprudensial mencapai maksud dan tujuannya," tambah Ryan.
Baca Juga: Tren penurunan bunga, ini imbasnya terhadap industri menurut bankir Ini juga untuk mendorong permintaan kredit ketika likuiditas sudah tidak lagi menjadi halangan bagi perbankan lantaran ada guyuran likuiditas juga dari akselerasi serapan belanja pemerintah, apalagi menjelang akhir tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi