JAKARTA. Produksi minyak dan gas (migas) selama ini selalu lebih rendah dari target. Maklum, masih banyak kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang belum memenuhi komitmen eksplorasi. Sebagai informasi, saat ini terdapat 121 KKKS yang memiliki masa kontrak eksplorasi migas melebihi tiga tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 69 KKKS yang belum memenuhi komitmen eksplorasi. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyebutkan, mereka tak bisa memenuhi target eksplorasi lantaran terkendala perizinan dan tumpang tindih lahan.
Hadi Prasetyo, Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas mengatakan, sekitar 35% dari total permasalahan eksternal KKKS di aktivitas hulu menyangkut perizinan. "Ini akibat dari tidak adanya harmonisasi antara peraturan pusat dan daerah," ujarnya, Rabu (7/11).Menurut Hadi, kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan besar bagi kepala daerah untuk mengeluarkan izin lahan bagi kegiatan tambang lewat peraturan daerah (perda). Sisi lain, daerah juga berhak menolak menerbitkan izin pemanfaatan lahan kepada KKKS. Nah, celakanya, banyak daerah yang tak memberi izin bagi KKKS. Padahal, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. Hadi menjelaskan, beleid itu mengamanatkan seluruh instansi baik dari pusat seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, hingga gubernur dan bupati/walikota agar berkoordinasi dalam rangka meningkatkan produksi minyak nasional.
Kebijakan ini juga diambil untuk mengejar pencapaian produksi minyak bumi nasional paling sedikit rata-rata 1,01 juta barel per hari (bph) pada tahun 2014. "Pemda seharusnya bekerjasama dengan pemerintah dan kontraktor dalam mengeluarkan izin eksplorasi," kata Hadi.Untuk mengurai masalah ini, BP Migas akan berbicara dengan daerah guna menyinkronkan kebijakan pusat dan daerah. "Sebetulnya pemda bisa memahami tujuan dari aktivitas hulu migas ini jika ada komunikasi yang intensif," imbuhnya. Direktur Eksekutif Asosiasi Petroleum Indonesia (API) Dipnala Tamzil mengakui, sulit mengejar target produksi minyak sebesar 1,01 juta bph bila pemda menghambat pemberian izin eksplorasi. "Inpres Nomor 2/2012 tidak dijalankan pemda di lapangan," tandasnya.Dipnala juga mengungkapkan, selama ini tidak ada sinkronisasi kebijakan pusat dengan daerah, sehingga aktivitas hulu terhambat. Padahal, pengusaha sangat berharap pemda menaati inpres itu. Tapi faktanya, ketika ada kontraktor migas yang masuk ke daerah tertentu, pemda selalu menagih keuntungan apa yang akan didapat oleh daerah. "Ini yang menghambat penerbitan izin eksplorasi selama ini," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan