Ekspor bahan makanan masih minim



JAKARTA. Komoditas bahan baku makanan atau food ingredient memiliki pangsa pasar ekspor yang sangat besar. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemdag) tahun 2015 saja, nilai pasar ekspor food ingredients seluruh dunia mencapai US$ 1,05 triliun. Hanya, dari jumlah ini Indonesia hanya bisa menghasilkan US$ 7,75 miliar pada tahun lalu atau hanya 0,9% dari total nilai pasar tersebut. 

Padahal, jika berkaca pada komoditas food ingredient yang dibutuhkan pasar dunia sebagian besar merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti kelapa, kopi, kakao, dan rempah-rempah. Barangkali hanya komoditas buah-buahan dan daging ternak yang tak mampu digarap Indonesia di pasar food ingredient ini.

Alih-alih meningkatkan ekspor, pada tahun ini, justru tren ekspor komoditas saat ini cenderung turun. Data Kemdag menyebut, pada semester I-2016, ekspor food ingredient Indonesia turun tipis menjadi US$ 3,40 miliar jika dibandingkan dengan ekspor semester I-2015 yang mencapai US$ 3,69 miliar.


Tjahya Widayanti, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemdag menyebutkan, laju penurunan ekspor ini disebabkan menurunnya produksi akibat cuaca buruk yang terjadi tahun ini. "Produksinya rendah sehingga otomatis ekspornya juga berkurang," katanya kepada KONTAN, Senin (10/10) lalu. 

Tjahya bilang produksi komoditas bahan baku makanan ini harus ditingkatkan melalui intensifikasi dan ektensifikasi lahan. Selain itu, promosi ekspor untuk komoditas ini juga harus terus ditingkatkan.

Terhadang pasar lokal

Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mengatakan, sulit bagi Indonesia menggenjot ekspor kopi tahun ini karena penurunan produksi kopi tengah melanda seluruh produsen kopi dunia. "Selain karena cuaca, produktivitas kopi Indonesia juga masih sangat rendah," ungkapnya.

Tahun ini, produksi kopi diprediksi tak lebih dari 400.000 ton atau bakal meleset jauh dari target yang ditetapkan sebesar 650.000 ton. Situasi menjadi pelik bagi para eksportir kopi ini karena permintaan kopi di pasar global dan dalam negeri terus meningkat dan saat ini harga kopi dalam tren tinggi.

Irawadi Jamaran, Ketua Umum Dewan Kelapa Indonesia mengatakan produksi kelapa dalam negeri turun dari tahun ke tahun. Padahal luas kebun kelapa tetap 3,6 juta hektare (ha). 

Tahun 2015 lalu, produksi kelapa Indonesia hanya 3,02 juta ton atau turun dari produksi tahun 2014 yang mencapai 3,03 juta ton. "Usia tanaman kelapa sudah tua dan perlu peremajaan," katanya.

Situasi juga semakin berat bagi produsen kelapa lantaran mulai tahun ini pemerintah memprioritaskan penyerapan kelapa untuk industri dalam negeri, menyusul terjadi kekurangan bahan baku kelapa oleh sejumlah industri santan dan minuman. 

Zulhefi Sikumbang, Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menambahkan, ekspor kakao dalam beberapa tahun ini terganggu karena penurunan produksi lokal. Menurutnya, produksi kakao tahun ini diprediksi hanya 400.000 ton atau jauh dibandingkan target awal tahun yang sebesar 600.000 ton. 

Selain produksi yang rendah, hadirnya industri pengolahan kakao dalam negeri yang membutuhkan bahan baku 600.000 ton per tahun  juga membuat pasar ekspor menjadi jauh dari jangkauan. Sebagian besar produksi diserap untuk industri lokal. Bahkan, para industri pengolahan kakao masih mengimpor kakao dari negara lain dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, impor kakao telah menembus diatas 100.000 ton.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini