Ekspor Bauksit Tetap Dilarang Mulai Juni, Ini Alasan Menteri ESDM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia dan Amman Mineral hingga Mei 2024. Namun, ekspor bijih bauksit tetap dilarang pada Juni 2023 mendatang.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, harus dibedakan antara bauksit dengan kosentrat tembaga khususnya pada perkembangan pembangunan fasilitas pemurnian atau pengolahan mineral.

“Namanya smelter katoda tembaga progress sudah 61% nih yang Freeport dan Amman. Tapi kan bauksit ini (masih seperti) lapangan bola saja sampai 8 proyek seperti itu menurut hasil sidak kami,” jelasnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (28/4).


Akibat belum adanya perkembangan pada pembangunan proyek fasilitas pemurnian (refinery)  bijih bauksit, membuat pemerintah tegas melarang ekspor mineral mentah bauksit pada Juni 2023 mendatang.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menyatakan saat ini sudah ada tiga refinery bauksit yang sudah beroperasi. Kadang-kadang disebut ada empat refinery yang beropasi karena PT Well Harvest Mining memiliki dua lini pabrik.

“Kemudian yang sedang proses dibangun ada 8 refinery. Di sini ada yang melaporkan progress pembangunan 50%, 30%, bahkan ada yang baru 18% tetapi ketika ditinjau langsung ke lapangan, 8 refinery itu masih tanah kosong,” ujar Irwandy di Bogor pada Februari 2023 silam.

Baca Juga: Perpanjangan Izin Tambang Freeport akan Dipercepat dari Jadwal, Ini Penjelasan ESDM

Irwandy memaparkan secara umum kesulitan yang dihadapi dalam pembangunan refinery dan smelter ialah masalah  finansial, energi, lahan, dan perizinan. Permasalahan ini sejatinya tidak dihadapi di semua smelter bauksit tetapi juga di smelter komoditas lainnya.

Melihat kondisi ini, Irwandy menegaskan bagi perusahaan pemilik tambang bauksit yang tidak bersungguh-sungguh membangun refinery, dipastikan tidak dapat mengekspor bijih bauksit lagi pada Juni 2023 mendatang. Dia menyatakan, aktivitas pertambangan masih boleh berjalan, tetapi hanya bisa dijual ke pabrik pemurnian atau smelter di dalam negeri.

“Kalau sudah janji harus ditepati, itu persoalannya. Itu yang betul-betul kami jalankan, kalau janji pasti dihargai pemerintah,” ujarnya.

Asal tahu saja saat ini penyerapan bauksit ke dalam negeri masih minim dan masih dominan diekspor.

Irwandy mengemukakan, Indonesia menyimpan sumberdaya bauksit sebesar 6,6 miliar ton dengan cadangan sekitar 3 miliar ton. Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit global.

Pada 2022 produksi bijih bauksit sebesar 27,7 juta ton berasal dari 50 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Kemudian baru 7,8 juta ton diserap oleh refinery dan smelter yang ada saat ini. Artinya pelarangan ekspor bijih bauksit ini akan berdampak pada sekitar 20 juta ton bijih bauksit.

“Itu konsekuensi bisnis. Jadi hilirisasi ditekankan oleh presiden kita berkali-kali, kalau itu semua terwujud bisa melompat ke negara maju, masyarakat bisa lebih berkembang,” ujarnya.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I), Haykal Hubeis memastikan saat ini hilirisasi bauksit sejatinya sudah berjalan dan sudah ada keberhasilan dalam parameter tertentu. Namun dia mengakui saat ini pelaksanaannya masih belum sempurna.

“Masih ada aturan-aturan yang tidak mendukung atau searah dan senyawa dengan keinginan hilirisasi misalnya saja masih terlalu birokratis, perizinan pemakaian kawasan hutan yang memakan waktu lama, pembuatan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang lama, dan lainnya,” jelasnya kepada Kontan.co.id saat dihubungi terpisah.

Haykal mengatakan, meskipun akan dilaksanakan moratorium ekspor bijih bauksit pada Juni 2023 mendatang, sejauh ini belum ada pelaku usaha yang berencana mengentikan konstruksi atau menarik modalnya.

Justru dengan adanya pelarangan ekspor bauksit ini, Haykal mengakui, mendapatkan tanggapan positif oleh investor karena adanya kepastian pasokan bahan baku ke smelter yang sedang dibangun. Dia bilang, perbankan memberikan reaksi positif karena salah satu sisi yang menjadi pertimbangan utama pemberian kredit ialah kepastian pasokan bijih bauksit karena umur smelter pasti panjang.

Baca Juga: IMEF: Perpanjangan Izin Ekspor Freeport Indonesia dan Amman Mineral Tak Langgar UU

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat