Ekspor CPO menanti harapan di bulan Ramadan



JAKARTA. Ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) diprediksi akan naik 9,5% pada bulan Juni ini ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Kenaikan permintaan ini terjadi karena adanya momentum bulan puasa Ramadan.Ekspor diperkirakan bisa mencapai 1,5 juta metrik ton dari 1,37 juta ton. Sementara itu, produksi CPO Indonesia diprediksi mengalami perubahan menjadi 2,1 juta ton, Prediksi ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Bloomberg News. Survei juga menyebutkan, stok CPO Indonesia pada bulan Juni diperkirakan mencapai 1,85 juta ton. Dari sisi harga, penilaian terhadap komoditas utama Indonesia itu terjungkal 17% dari harga tertinggi pada bulan April tahun lalu. Penurunan harga CPO, lagi-lagi berawal dari kekhawatiran akan penyelesaian krisis utang di ranah Uni Eropa. Selain itu, kemerosotan harga CPO terjadi akibat adanya perlambatan ekonomi di China, yang merupakan negara produsen minyak goreng terbesar dunia. Sebagaimana diketahui, China merupakan negara importir terbesar CPO di dunia. Karena ekonominya melambat, kebutuhan CPO China dipangkas. Selain penurunan konsumsi CPO China, harga CPO juga dipengaruhi oleh penurunan pembelian CPO dari perusahaan besar konsumen CPO, salah satunya Nestle SA."Permintaan global dari India atau negara lain, biasanya akan meningkat sebesar 15% menjadi 20% selama musim perayaan (Ramadan)," kata Derom Bangun, wakil ketua di Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) di Jakarta, baru-baru ini. Namun, akibat krisis Eropa, permintaan CPO untuk kebutuhan Ramadan itu turun, namun tetap positif. Bulan suci Ramadan merupakan waktu dimana kebutuhan CPO meningkat, tidak hanya di dalam negeri Indonesia, tetapi juga di luar negeri. “Namun harga ditekan oleh krisis Eropa,’ tambah Derom.Ekspor CPO terpuruk

Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan, ekspor CPO pada bulan Mei lalu diperkirakan mencapai 1,37 juta ton atau turun 1,4% dari realisasi ekspor bulan April. Ekspor bulan Mei tersebut lebih rendah dari perkiraan analis, yaitu 1,63 juta ton per bulan. Selain ekspor yang turun, harga CPO juga terjungkal dan turun 13% selama kuartal satu. Ini merupakan kuartal terburuk bagi kinerja ekspor CPO sejak tahun 2008.Kemarin (28/6), harga CPO di bursa berjangka Malaysia untuk pengiriman September turun 0,6% menjadi RM 2.998 per metrik ton. Kepala Bidang Pemasaran GAPKI, Susanto menyebutkan, harga CPO diprediksi bertahan di level RM 2.800 ringgit sampai 3.000 ringgit sampai Juli. Harga ini didukung oleh permintaan India dan China. Sementara itu, data impor India menyebutkan, impor CPO ke India dari Januari-Mei 2012 melonjak 35% menjadi 896.921 ton dari 664.133 ton dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan impor CPO India itu diatas estimasi para analis yang disurvei Bloomberg. "Industri makanan masih merupakan pasar utama CPO di luar negeri, jadi saya tidak khawatir tentang adanya prediksi penurunan permintaan," kata Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif irektur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).Bulan Juli ini diprediksi ekspor CPO bisa mengalami kenaikan setelah tarif Bea Keluar (BK) ekspor diturunkan dari 19,5% menjadi 15%. Deddy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan bilang, penurunan tarif BK dikarenakan penurunan harga rata-rata CPO sebulan terakhir. Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal GAPKI menyatakan, dampak dari penurunan BK itu membuat eksportir banyak yang menunda ekspor CPO dari Juni ke bulan Juli. Penundaan ekspor dilakukan karena tarif BK bulan Juli lebih ringan ketimbang Juni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Asnil Amri