KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan kinerja ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mengalami penurunan pada bulan Mei 2024. Dari total ekspor bulan Mei mengalami penurunan sebesar 9,73% jika dibandingkan dengan ekspor bulan April, yaitu dari 2.178 ribu ton menjadi 1.966 ribu ton. Secara rinci, penurunan ekspor terbesar terjadi pada CPO yaitu sebesar 58,04% dari 174 ribu ton pada bulan April menjadi 73 ribu ton pada bulan Mei. Penurunan juga terjadi pada ekspor olahan CPO dari 1.504 ribu ton pada bulan April turun menjadi 1.365 ribu ton pada bulan Mei. Baca Juga: Ada Agenda Replanting, Emiten CPO Tetapkan Target Produksi Berbeda Tahun Ini Yang naik adalah ekspor oleokimia sebesar 20,50% dari 356 ribu ton pada bulan April menjadi 429 ribu ton di bulan Mei. Adapun secara YoY sampai dengan bulan Mei, ekspor tahun 2024 adalah 8,87% lebih rendah dari ekspor di periode sama tahun 2023. Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan penurunan ekspor ini disebabkan oleh penurunan permintaan terutama dari negara-negara importir terbesar CPO. "Ini terjadi karena ada penurunan permintaan di negara seperti China, India, Uni Eropa dan Pakistan," ungkap Eddy Martono. Penurunan ekspor CPO dan turunannya dari sisi volume membuat nilai ekspor bulan Mei 2024 juga turun 12,24% menjadi US$ 1.727 juta dari US$ 1.968 juta pada bulan April. "Selain karena volume juga karena harga yang turun dari US$ 1.039/ton cif Rotterdam pada bulan April menjadi US$ 981/ton pada bulan Mei," tambahnya. Ekspor yang melandai ini bersamaan juga dengan penurunan produksi. Contohnya, produksi CPO bulan Mei 2024 mencapai 3.885 ribu ton atau turun 5,59% dari 4.115 ribu ton pada April 2024. Produksi PKO juga turun sekitar 25 ribu ton dari 393 ribu ton pada April 2024 menjadi 368 ribu ton pada Mei 2024. Secara YoY sampai dengan bulan Mei, produksi tahun 2024 lebih rendah 3,19% dari produksi tahun 2023. "Sampai dengan Juni 2024 total produksi diperkirakan sebesar 26 juta ton. Diharapkan sesuai siklus di semester II akan naik (produksi) kembali apabila tidak terjadi gangguan cuaca," tambah Eddy. Meski ekspor dan produksi turun, stok dalam negeri hingga Mei naik menjadi 4.092 ribu ton atau meningkat sekitar 9,38% jika dibandingkan stok bulan April 2024. Gapki Optimis di Semester 2-2024 akan Ada Kenaikan Ekspor Meski mengalami penurunan di lima bulan pertama tahun ini Eddy optimis memasuki semester 2 akan ada kenaikan ekspor atau minimal nilainya mendekati ekspor di tahun 2023. "Kami perkirakan semester II akan ada kenaikan ekspor. Paling tidak ekspor tahun 2024 mendekati tahun 2023, dengan catatan minyak nabati lain tidak over suply," ungkapnya. Sebagai tambahan informasi, sepanjang 2023 volume ekspor minyak sawit Indonesia naik 4,84% (year-on-year/yoy) menjadi sekitar 27,5 juta ton. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi 2020. Ia juga menjelaskan, penurunan ekspor selain karena penurunan permintaan tapi juga karena produksi minyak nabati lain meningkat sehingga negara importir memiliki pilihan lebih banyak. "Karena penyebab ekspor turun di semester-1 ini akibat produksi minyak nabati lain seperti bunga matahari, minyak kedelai cukup bagus," tambahnya. Sedangkan, terkait target peningkatan nilai dari ekspor 2024 sangat dipengaruhi oleh harga jual CPO, dimana hal ini sangat bergantung kepada mekanisme pasar dan fluktuatif harga. Adapun, melansir Trading Economics, harga CPO saat ini berada di level Ringgit Malaysia (MYR) 3.746 per ton. Ini sudah turun 4,39% dalam sebulan dan terkoreksi 4,37% dalam sepekan. Baca Juga: Stok Minyak Sawit Malaysia Turun Ke Level Terendah Dalam Empat Bulan
Ekspor dan Produksi CPO Melandai Seiring Turunnya Permintaan Negara Pengimpor
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan kinerja ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mengalami penurunan pada bulan Mei 2024. Dari total ekspor bulan Mei mengalami penurunan sebesar 9,73% jika dibandingkan dengan ekspor bulan April, yaitu dari 2.178 ribu ton menjadi 1.966 ribu ton. Secara rinci, penurunan ekspor terbesar terjadi pada CPO yaitu sebesar 58,04% dari 174 ribu ton pada bulan April menjadi 73 ribu ton pada bulan Mei. Penurunan juga terjadi pada ekspor olahan CPO dari 1.504 ribu ton pada bulan April turun menjadi 1.365 ribu ton pada bulan Mei. Baca Juga: Ada Agenda Replanting, Emiten CPO Tetapkan Target Produksi Berbeda Tahun Ini Yang naik adalah ekspor oleokimia sebesar 20,50% dari 356 ribu ton pada bulan April menjadi 429 ribu ton di bulan Mei. Adapun secara YoY sampai dengan bulan Mei, ekspor tahun 2024 adalah 8,87% lebih rendah dari ekspor di periode sama tahun 2023. Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan penurunan ekspor ini disebabkan oleh penurunan permintaan terutama dari negara-negara importir terbesar CPO. "Ini terjadi karena ada penurunan permintaan di negara seperti China, India, Uni Eropa dan Pakistan," ungkap Eddy Martono. Penurunan ekspor CPO dan turunannya dari sisi volume membuat nilai ekspor bulan Mei 2024 juga turun 12,24% menjadi US$ 1.727 juta dari US$ 1.968 juta pada bulan April. "Selain karena volume juga karena harga yang turun dari US$ 1.039/ton cif Rotterdam pada bulan April menjadi US$ 981/ton pada bulan Mei," tambahnya. Ekspor yang melandai ini bersamaan juga dengan penurunan produksi. Contohnya, produksi CPO bulan Mei 2024 mencapai 3.885 ribu ton atau turun 5,59% dari 4.115 ribu ton pada April 2024. Produksi PKO juga turun sekitar 25 ribu ton dari 393 ribu ton pada April 2024 menjadi 368 ribu ton pada Mei 2024. Secara YoY sampai dengan bulan Mei, produksi tahun 2024 lebih rendah 3,19% dari produksi tahun 2023. "Sampai dengan Juni 2024 total produksi diperkirakan sebesar 26 juta ton. Diharapkan sesuai siklus di semester II akan naik (produksi) kembali apabila tidak terjadi gangguan cuaca," tambah Eddy. Meski ekspor dan produksi turun, stok dalam negeri hingga Mei naik menjadi 4.092 ribu ton atau meningkat sekitar 9,38% jika dibandingkan stok bulan April 2024. Gapki Optimis di Semester 2-2024 akan Ada Kenaikan Ekspor Meski mengalami penurunan di lima bulan pertama tahun ini Eddy optimis memasuki semester 2 akan ada kenaikan ekspor atau minimal nilainya mendekati ekspor di tahun 2023. "Kami perkirakan semester II akan ada kenaikan ekspor. Paling tidak ekspor tahun 2024 mendekati tahun 2023, dengan catatan minyak nabati lain tidak over suply," ungkapnya. Sebagai tambahan informasi, sepanjang 2023 volume ekspor minyak sawit Indonesia naik 4,84% (year-on-year/yoy) menjadi sekitar 27,5 juta ton. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak pandemi 2020. Ia juga menjelaskan, penurunan ekspor selain karena penurunan permintaan tapi juga karena produksi minyak nabati lain meningkat sehingga negara importir memiliki pilihan lebih banyak. "Karena penyebab ekspor turun di semester-1 ini akibat produksi minyak nabati lain seperti bunga matahari, minyak kedelai cukup bagus," tambahnya. Sedangkan, terkait target peningkatan nilai dari ekspor 2024 sangat dipengaruhi oleh harga jual CPO, dimana hal ini sangat bergantung kepada mekanisme pasar dan fluktuatif harga. Adapun, melansir Trading Economics, harga CPO saat ini berada di level Ringgit Malaysia (MYR) 3.746 per ton. Ini sudah turun 4,39% dalam sebulan dan terkoreksi 4,37% dalam sepekan. Baca Juga: Stok Minyak Sawit Malaysia Turun Ke Level Terendah Dalam Empat Bulan