KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian ESDM resmi melarang ekspor batubara hingga 31 Januari 2022 karena laporan PLN terkait kondisi persediaan batubara di PLTU grup PLN yang sangat rendah. Namun, keputusan tersebut mendapat tentangan dari sejumlah pihak, salah satunya adalah Jepang. Bahkan, Kanasugi Kenji selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Japan to the Republic of Indonesia. telah mengirim surat yang meminta pemerintah mempertimbangkan kembali larangan eskpor tersebut. Terlebih, dampak kebijakan yang tiba-tiba itu, sejumlah perusahaan pelayaran besar Jepang, setidaknya ada lima kapal, yang telah memuat batubara dan sedang menunggu pemberangkatan, akhirnya tertahan di pelabuhan.
"Saya juga ingin meminta secara khusus agar izin keberangkatan untuk kapal-kapal yang siap berangkat segera diterbitkan," kata Kenji dalam surat yang diterima Kontan.co.id pada Rabu (5/1). Sementara itu, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto menjelaskan, larangan ekspor batubara akan berdampak kerugian bagi pelaku usaha yang terkait. Yakni mulai dari produsen batubara, usaha penunjang sampai
end user atau konsumen dari batubara itu sendiri.
Baca Juga: Larangan Ekspor Batubara Indonesia Ancam Pasokan Energi Sejumlah Negara Ekonomi Besar Mengingat kebijakan ini baru berlaku tanggal 1 Januari 2022, maka INSA menilai masih terlalu dini untuk menghitung besarnya kerugian yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Perihal dampak terhadap kapal pengangkut batubara yang tertahan di pelabuhan, Carmelita bilang, sejauh ini belum ada data yang masuk khususnya mengenai jumlah kapal batubara ekspor yang tertahan. "Akan tetapi kami bisa sedikit mengkalkulasi sebagai perkiraan kasar (bukan data resmi), bahwa rata-rata ekspor Indonesia per bulan kurang lebih 25 juta ton batubara, maka akan ada kurang lebih 350 kapal jenis panamax dalam satu bulan atau kurang lebih 12 kapal per hari. Jika proses persiapan muat dan muat selama 5 hari, kemungkinan ada 60 kapal yang tertahan di seluruh terminal batubara Indonesia," jelas dia kepada Kontan.co.id, Jumat (7/1). Carmelita menambahkan, dalam menunjang kegiatan ekspor batubara ada beberapa jenis kapal dengan berbagai fungsi, mulai Tug & Barge yang melayani transhipment sampai Bulk Carrier yang akan membawa kargo ekspor ke negara tujuan. Mengingat pola kegiatan ekspor batubara bersifat terjadwal dengan baik, sehingga jika ada gangguan dalam satu mata rantai logistik apalagi di sektor produksi batubara, pastinya akan berdampak pada sektor kegiatan lain yang terkait termasuk sektor pelayaran Perihal dampak pelarangan ekspor batubara selama sebulan terhadap kontrak kapal, Carmelita memaparkan, untuk angkutan batubara kontrak yang dilaksanakan menggunakan beberapa skema baik jangka pendek (
spot charter) sampai jangka panjang dan masing-masing skema mempunyai resiko bagi kedua belah pihak.
Baca Juga: Ekspor Batubara Dilarang, Duta Besar Jepang Surati Kementerian ESDM Semua itu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan semua
term condition-nya sudah dituangkan dalam setiap skema kontrak, termasuk jika terjadi pembatalan pengapalan. "Resiko dari sektor pelayaran adalah harus mencari alternatif kargo agar kapal tidak idle," kata Carmelita.
Carmelita belum bisa memberikan gambaran lebih rinci mengenai dampak dan antisipasi apa yang dilakukan pengusaha di industri pelayaran dalam menghadapi tantangan pelarangan ekspor batubara sampai dengan 31 Januari 2022 ini. Dia hanya menjelaskan, saat ini masing-masing pelaku usaha yang terkait sedang melakukan evaluasi, mempelajari sejauh mana dampak kebijakan tersebut sekaligus mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Yang terang, dengan adanya pemenuhan kebutuhan pasokan batubara kepada PLN yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang relatif pendek, maka diperkirakan ada kebutuhan kapal angkutan batubara yang meningkat khususnya di domestik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari