Ekspor diperketat, harga timah belum terangkat



JAKARTA. Harga timah meleleh. Sentimen domestik yaitu kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperketat keran ekspor timah diperkirakan belum cukup kuat untuk mengangkat harga komoditas ini. Mengutip Bloomberg Rabu, (20/5) pukul 11.44 Siang waktu Shanghai harga timah kontrak pengiriman tiga bulan turun 0,93% ke level US$ 15.850 per metrik ton. Selama sepekan harga naik 0,95%. Ibrahim, Analis dan Direktur PT Ekuilibrium Komoditi Berjangka menilai turunnya harga timah adalah akibat dari kembali menguatnya otot dollar Amerika Serikat (AS). Apalagi, penguatan dollar AS semakin solid akibat data-data ekonomi AS pada Selasa (19/5) yang menunjukkan hasil positif. Tercatat data izin mendirikan bangunan AS (building permits) AS per April 2015 naik menjadi 1,14 juta bangunan, angka ini lebih besar dari bulan sebelumnya yaitu 1,04 juta bangunan. Begitu pula dengan data pembangunan rumah (housing start) AS per April 2015 naik menjadi 1,14 juta rumah, angka ini lebih besar dari bulan sebelumnya 0,94 juta rumah . Hal ini terlihat dari indeks dollar yang kian terangkat. Mengutip Bloomberg, Rabu (20/5) pukul 14.51 WIB indeks dollar AS bertengger di level 95,59, naik 0,39% dibanding hari sebelumnya. “Menguatnya indeks dollar AS menghalau kenaikan harga komoditas termasuk timah,” kata Ibrahim Namun, harga timah baru – baru ini mendapat sentimen baru. Perlu diketahui pemerintah kembali mengetatkan kegiatan ekspor timah lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 33/2015 yang dipaparkan Selasa (19/5). Peraturan baru yang mulai berlaku per 1 Agustus 2015 ini memuat tiga poin utama. Pertama soal pembatas jenis produk timah yang diekspor, kedua kewajiban perdagangan timah murni batangan lewat bursa berjangka, dan ketiga soal perubahan izin ekspor. Ibrahim menilai walaupun kebijakan pemerintah itu belum dapat mengangkat harga timah. Sebab kondisi permintaan global terutama dari konsumen terbesar yaitu China diperkirakan masih lesu. “Strategi apapun yang dilakukan pemerintah, selagi permintaan dari China masih melambat harga timah tetap sulit terangkat,” kata Ibrahim. Hal tersebut setidaknya ditunjukkan oleh indeks manufaktur China versi HSBC yang akan dirilis Kamis (21/5) yang diprediksi sebesar 49,5 atau masih berada di level kontraksi. “Ini membuktikan bahwa berbagai stimulus yang di gelontorkan oleh China belum efektif,” kata Ibrahim. Sampai dengan akhir kuartal ke 2 pun harga timah kemungkinan besar masih akan jatuh. Diperkirakan harga timah bisa menyentuh level US$ 15.000 per mt. Secara teknikal Ibrahim memaparkan moving average dan Bollinger band berada 20% diatas Bollinger bawah. Indikator stochastic 70% negatif. Begitu pula dengan moving average convergence divergence (MACD) yang 60% negatif. Sedangkan relative strength index (RSI) wait and see Mengacu hal tersebut Ibrahim memperkirakan harga timah hari Kamis (21/5) akan masih akan turun dengan kisaran US$ 15.750 – US$ 16.050 per metrik ton. Selama sepekan harga akan berada di kisaran 15.500 – 16.050 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa