TOKYO. Pasca bencana gempa dan tsunami 11 Maret, ekspor Jepang terus menurun. Bahkan, ekspor bulan Mei 2011, anjlok melebihi perkiraan para ekonom. Volume ekspor tersebut turun 10,3% dari tahun sebelumnya. April lalu, ekspor turun juga turun 12,4%. Penurunan ekspor pada bulan Mei itu lebih besar dari hasil survei Bloomberg kepada 25 ekonom yang memperkirakan penurunan ekspor hanya 8,4% saja. Departemen Keuangan Jepang juga mencatat, defisit perdagangan pada periode itu mencapai ¥ 853,7 miliar (US$ 10,7 miliar). Ini merupakan defisit perdagangan terbesar kedua sejak tahun 1979. Departemen Keuangan Jepang juga menghitung, ekspor ke Amerika Serikat (AS) turun 14,6%. Kemudian, penjualan ke Eropa menurun 8,8%, dan China turun 8,1%. Pengiriman barang ke Asia lainnya, seperti Korea Selatan dan India juga turun 8,7%. Para ekonom menghitung, penurunan itu bakal berimbas pada menyusutnya pertumbuhan ekonomi tahunan. Kuartal I 2011, pertumbuhan tercatat 3,5%. Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahunan bisa turun menjadi 3% pada kuartal II nanti. Ada banyak faktor penyebab penurunan itu. Terutama, karena kekurangan listrik dan bahan penunjang, sehingga mengganggu produksi dan memperlambat penjualan ke luar negeri. Bahkan, kondisi itu mendorong perusahaan-perusahaan Jepang seperti Honda Motor Co menetapkan target laba yang lebih kecil. Selain itu, tingginya pengangguran di AS dan melemahnya permintaan di Asia juga semakin mempersulit Jepang menghindari kemerosotan ekonomi pasca bencana. "Keadaan ekonomi global sedikit mengkhawatirkan, AS dan negara maju di Eropa tidak mengeluarkan belanja yang besar. Negara berkembang juga memperketat anggaran," kata Azusa Kato, Ekonom BNP Paribas di Tokyo, Senin (20/6). Untung saja, meski masih ada defisit perdagangan, penjualan ke luar negeri pada bulan Mei meningkat 2,5% dibandingkan April. Menurut Kato, hal itu merupakan tanda-tanda pemulihan. Kyohei Morita, Kepala Ekonom Barclays Capital, Tokyo, bilang, defisit perdagangan Jepang bisa terjadi dalam waktu yang lama. Namun, menurutnya itu malah bagus. "Artinya, permintaan dalam negeri naik, yang mencerminkan adanya rekonstruksi," kata Kyohei.
Ekspor Jepang anjlok melebihi perkiraan
TOKYO. Pasca bencana gempa dan tsunami 11 Maret, ekspor Jepang terus menurun. Bahkan, ekspor bulan Mei 2011, anjlok melebihi perkiraan para ekonom. Volume ekspor tersebut turun 10,3% dari tahun sebelumnya. April lalu, ekspor turun juga turun 12,4%. Penurunan ekspor pada bulan Mei itu lebih besar dari hasil survei Bloomberg kepada 25 ekonom yang memperkirakan penurunan ekspor hanya 8,4% saja. Departemen Keuangan Jepang juga mencatat, defisit perdagangan pada periode itu mencapai ¥ 853,7 miliar (US$ 10,7 miliar). Ini merupakan defisit perdagangan terbesar kedua sejak tahun 1979. Departemen Keuangan Jepang juga menghitung, ekspor ke Amerika Serikat (AS) turun 14,6%. Kemudian, penjualan ke Eropa menurun 8,8%, dan China turun 8,1%. Pengiriman barang ke Asia lainnya, seperti Korea Selatan dan India juga turun 8,7%. Para ekonom menghitung, penurunan itu bakal berimbas pada menyusutnya pertumbuhan ekonomi tahunan. Kuartal I 2011, pertumbuhan tercatat 3,5%. Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahunan bisa turun menjadi 3% pada kuartal II nanti. Ada banyak faktor penyebab penurunan itu. Terutama, karena kekurangan listrik dan bahan penunjang, sehingga mengganggu produksi dan memperlambat penjualan ke luar negeri. Bahkan, kondisi itu mendorong perusahaan-perusahaan Jepang seperti Honda Motor Co menetapkan target laba yang lebih kecil. Selain itu, tingginya pengangguran di AS dan melemahnya permintaan di Asia juga semakin mempersulit Jepang menghindari kemerosotan ekonomi pasca bencana. "Keadaan ekonomi global sedikit mengkhawatirkan, AS dan negara maju di Eropa tidak mengeluarkan belanja yang besar. Negara berkembang juga memperketat anggaran," kata Azusa Kato, Ekonom BNP Paribas di Tokyo, Senin (20/6). Untung saja, meski masih ada defisit perdagangan, penjualan ke luar negeri pada bulan Mei meningkat 2,5% dibandingkan April. Menurut Kato, hal itu merupakan tanda-tanda pemulihan. Kyohei Morita, Kepala Ekonom Barclays Capital, Tokyo, bilang, defisit perdagangan Jepang bisa terjadi dalam waktu yang lama. Namun, menurutnya itu malah bagus. "Artinya, permintaan dalam negeri naik, yang mencerminkan adanya rekonstruksi," kata Kyohei.