JAKARTA. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) mencatat volume ekspor kakao selama November 2012 mencapai 11.484,02 ton. Ekspor ini meningkat 19,5% dari realisasi ekspor Oktober tahun ini yang seberat 9.249,69 ton. Meski tren ekspor menanjak menjelang tutup tahun, namun volume ekspor kakao sepanjang 2012 dipastikan lebih rendah dibandingkan realisasi ekspor di 2011. Askindo mencatat, volume ekspor komoditas ini selama Januari-November 2012 mencapai 124.128 ton. Sepanjang tahun lalu, ekspor kakao mencapai 210.067 ton. Volume ekspor kakao sepanjang tahun ini diproyeksikan 150.000 ton. Jumlah ini menyusut 28,59% dibandingkan realisasi ekspor 2011.
Direktur Eksekutif Askindo, Firman Bakri, menyatakan, target ekspor kakao memang cenderung menurun saban tahun. Penurunan ekspor itu karena industri hilir kakao di Tanah Air memperlihatkan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Di sisi lain, "Produksi biji kakao tidak bertambah," ujar dia, akhir pekan lalu. Menurut Firman, produksi biji kakao berpotensi terus menyusut lantaran lahan kakao di sejumlah daerah telah berganti menjadi lahan tanaman lain. Jadi, meskipun iklim mendukung, produksi kakao tidak akan meningkat. Produksi biji kakao di tahun ini mungkin sama dengan realisasi produksi tahun lalu yakni sekitar 460.000 ton. Padahal, Askindo semula memproyeksikan produksi biji kakao di 2012 sebanyak 500.000 ton. Sedangkan harga jual kakao di tahun ini berkisar US$ 2.400 hingga US$ 2.450 per ton. Sementara harga jual kakao pada tahun depan diperkirakan naik tipis yakni menjadi US$ 2.500 per ton. "Kenaikannya sedikit karena pasar kakao masih dihantui krisis Eropa yang berkepanjangan," ungkap Firman. Sebelumnya, Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), menilai, penurunan ekspor biji kakao menunjukkan kebijakan bea keluar kakao sudah tepat. Seperti diketahui, bea keluar ekspor kakao pada November sebesar 5%, sama dengan besaran bea keluar pada Oktober.
Harga referensi biji kakao untuk November adalah US$ 2.431,79 per ton dengan harga patokan ekspor (HPE) biji kakao US$ 2.146 per ton. Bea keluar ekspor ditetapkan 5%, apabila harga referensi bergerak antara US$ 2.000 hingga US$ 2.750 per ton. Menurut Sindra, kebutuhan biji kakao untuk industri pengolahan dalam negeri akan terus meningkat karena banyaknya ekspansi. Karena itu, AIKI mengingatkan, pada 2014 nanti, jika produksi kakao dalam negeri tidak juga meningkat, Indonesia akan menjadi negara pengimpor kakao. AIKI memperkirakan produksi biji kakao tahun ini seberat 500.000 ton dengan penyerapan dalam negeri sekitar 400.000 ton. Sedangkan produksi industri kakao olahan nasional diperkirakan meningkat signifikan menjadi 350.000 ton dari tahun lalu yang hanya 260.000 ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri