Ekspor kakao olahan Indonesia terus bertumbuh



JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengklaim kinerja ekspor kakao olahan akan terus mengalami pertumbuhan. Penerapan Bea Keluar (BK) sejak tahun 2009 lalu dirasa efektif untuk meningkatkan penyerapan kakao bagi industri dalam negeri. Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, dalam dua tahun terakhir ini terjadi perubahan komposisi ekspor kakao. "Postur ekspor kakao berubah dari yang didominasi biji ke olahan," kata Bayu (7/5). Mengutip data Kemendag, hingga tahun 2011 lalu kinerja ekspor kakao setengah jadi mencapai US$ 518,9 juta, naik 71,3% dibandingkan tahun 2010 sebesar US$ 302,9 juta. Sementara untuk ekspor kakao olahan pada tahun 2011 mencapai US$ 209,29 juta, naik 40,1% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 149,28 juta. Meski terjadi peningkatan kinerja ekspor pada produk olahan kakao, kondisi sebaliknya terjadi pada ekspor biji kakao (upstream). Tahun 2011, ekspor biji kakao berada di posisi US$ 617,09 juta, hal ini turun drastis dibandingkan tahun 2010 yang mencapai US$ 1.191,47 juta. Pada bulan Januari tahun ini, ekspor biji kakao juga mengalami penurunan. Bila bulan Januari tahun 2011 ekspor biji kakao sebesar US$ 68,22 juta, ekspor biji kakao pada bulan Januari tahun ini hanya mencapai US$ 38,5 juta. Kondisi sebaliknya terjadi pada ekspor olahan kakao. Untuk ekspor kakao setengah jadi, Januari tahun ini mencapai US$ 74,71 juta, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 24,57 juta. Sedangkan untuk kakao olahan tumbuh dari US$ 12,77 juta pada Januari tahun 2011, menjadi US$ 20,85 juta pada bulan Januari tahun ini. Menurut Bayu penurunan kinerja ekspor biji kakao ini terjadi karena krisis ekonomi yang melanda Amerika dan Eropa. Selain itu, penurunan ekspor biji kakao ini terjadi lantaran banyak perusahaan asing yang membangun pabriknya ke Indonesia. Peningkatan penyerapan kakao dalam negeri juga diutarakan oleh Dakhri Sanusi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). "Kita harus kuasai pasar domestik, karena potensi pasar kita luar biasa," kata Dakhri. Masih berpeluangnya penyerapan kakao dalam negeri ini ditunjukkan dengan masih belum beroperasinya tujuh industri pengolahan kakao dari total sebanyak 15 perusahaan. Bila ketujuh perusahaan tersebut dapat berjalan, maka tidak menutup kemungkinan penyerapan kakao ke Industri dalam negeri bakal terus meningkat. Sekadar informasi, tahun ini produksi kakao ditargetkan bisa lebih dari 500.000 ton, naik 11,11% dibandingkan produksi tahun lalu sebesar 450.000 ton. Meskipun program telah selesai pada tahun ini, Dakhri berharap pemerintah dapat membuat program baru guna meningkatkan produktivitas kakao dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.