Ekspor karet diprediksi mengkeret di bawah target



JAKARTA. Kinerja ekspor karet alam tahun ini masih belum memuaskan. Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) memproyeksikan, volume ekspor karet tahun ini berpotensi di bawah target yang ditetapkan sebelumnya yakni sekitar 2,7 juta ton.

Ketua Gapkindo Daud Husni Bastari mengatakan, salah satu faktor yang membayangi tidak tercapainya target ekspor tersebut adalah keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) No 31 tahun 2007 tentang pembebasan PPN untuk produk pertanian, perkebunan dan kehutanan

Berdasarkan perhitungan Daud, bila kebijakan pengenaan PPN 10% tersebut tetap diberlakukan maka volume ekspor karet diperkirakan hanya akan berjalan dikisaran 2,5 juta ton-2,6 juta ton. "Bahkan bila harga karet meningkat lagi, penurunan volume ekspor bisa mencapai lebih dari itu," kata Daud, Senin (25/8)


Seperti halnya dengan komoditas primer yang lain, dengan dikenakannya PPN 10% tersebut Daud bilang eksportir karet harus menyiapkan modal berlebih untuk dapat melakukan ekspor. Setidaknya bila dengan perhitungan ekspor tahun lalu yang mencapai US$ 6 miliar, maka dana tambahan yang harus disiapkan oleh eksportir mencapai US$ 600 juta.

Bila eksportir tidak mau menanggung PPN tersebut, maka opsi lain yang dapat diambil adalah dengan memangkas harga beli karet dari petani. Bila hal tersebut dilakukan maka harga jual karet petani semakin tertekan, asal tahu saja saat ini harga jual karet rakyat mencapai Rp 6.000 per kilogram (kg).

Daud khawatir, bila harga jual karet dari petani semakin anjlok maka penyadapan secara berlebihan tidak akan terelakkan lagi. Seperti diketahui, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari petani karet akan mengintensifkan penyadapan.  

Selain kinerja ekspor yang menurun, tahun ini produksi karet alam juga diramal mengkerut. Awal tahun, Gapkindo memproyeksi produksi karet sebanyak 3,2 juta ton. Namun, karena akibat cuaca kering, dan mengakibatkan gugur daun berkepanjangan maka tahun ini produksi karet dalam negeri diperkirakan akan turun sekitar 6%.

Menurut pantauan Gapkindo, beberapa daerah sentra produksi karet yang mengalami musim gugur daun dengan waktu yang panjang tersebut terjadi di Sumatera Utara (Sumut), Riau, dan Sumatera Selatan (Sumsel). 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menaruh perhatian serius atas anjloknya harga karet dunia. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan mengungkapkan rencana pembentukan Task Force Karet Nasional (TFKN).

"Pembentukan TFKN merupakan hasil kesepakatan di Bali untuk mengatasi anjloknya harga karet dunia dan antisipasi perdagangan bebas regional dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN,". tegas Partogi.

Peserta pertemuan menyepakati bahwa TFKN merupakan sinergi bersama antar kementerian dan pelaku usaha perkaretan. Pembentukan Task Force. ini beranggotakan Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, sektor perbankan, serta pelaku usaha perkaretan nasional, baik sektor hulu maupun hilir.

Untuk menstabilkan harga karet dunia, Kemendag terus melakukan diplomasi dalam organisasi-organisasi karet internasional seperti  International Tripartite Rubber Council  (ITRC) dan. International Rubber Consortium (IRCo), serta mengadakan pembicaraan pada negara-negara produsen utama karet dunia seperti Thailand dan Malaysia.

"Kami menjalin kerja sama dengan negara-negara produsen utama karet dunia untuk menjaga keseimbangan supply dan demand karet alam dunia, serta menstabilkan harga karet internasional pada tingkat yang remuneratif bagi petani," ujar Partogi.

Diharapkan ke depannya, kerja sama internasional tersebut dapat dikembangkan dengan merangkul emerging rubber producing countries  di tingkat ASEAN seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja melalui rencana pembentukan ASEAN Rubber Committee sebagai salah satu perwujudan nyata dari ASEAN Economic Community.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Daud Husni Bastari, Daud Husni Bastari, mengaku sedang menghadapi tantangan berat seiring harga karet yang terus menurun hingga di kisaran US$ 1,66 per kilogram (kg). "Selain itu, permintaan dunia pada pasokan karet alam yang berkelanjutan perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan pelaku usaha nasional," tegasnya.

Berdasarkan data Ditjen Perkebunan, pada tahun 2013, produksi karet alam Indonesia mencapai 3,2 juta ton dengan jumlah sekitar 16% atau sekitar 0,5 juta ton teralokasikan untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan 84% atau sekitar 2,7 juta ton ditujukan untuk pasar ekspor.

Dari sisi volume, ekspor karet pada 2013 mengalami peningkatan sekitar 10,7% dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 2,44 juta ton. Sementara itu dari sisi nilai, terjadi tren penurunan sekitar 12,1%, yakni dari US$ 7,86 miliar, pada tahun 2012, menjadi hanya US$ 6,91 miliar.

Negara tujuan utama ekspor karet pada 2013 adalah Amerika Serikat dengan volume mencapai 609.800 ton atau sekitar 22,6%, diikuti China dan Jepang yang masing-masing sebesar 511.700 ton sekitar 18,9% dan 425.900 ton atau sekitar 15,8%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto