JAKARTA. Krisis ekonomi yang Eropa membawa dampak buruk bagi perdagangan ekspor kayu lapis (plywood) asal Indonesia. Selama Januari-Mei, realisasi volume ekspor plywood turun 10,03% dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. Kinerja ekspor kayu lapis tersebut mencatat, volume ekspor kayu lapis itu sebesar 966.427 meter persegi (m3) atau senilai US$ 523,14 juta. Jumlah ini turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 1,1 juta m3 dengan nilai US$ 554,3 juta US$. Soewarni, Chairperson Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) bilang, belum membaiknya perekonomian Eropa membuat permintaan plywood dari wilayah tersebut turun drastis dibandingkan tahun lalu. "Krisis keuangan membuat pengusaha kayu di sana memilih menggunakan stok yang ada, daripada menambah pasokan," kata dia ke KONTAN, Rabu (13/6). Dia mengatakan, sejatinya Eropa bukan pasar utama kayu lapis asal Indonesia, sehingga dampak krisis yang dirasakan pengusaha tidak begitu besar. Namun, menurut Soewarni, sekitar dua per tiga dari total volume ekspor plywood ditujukan ke Jepang dan Timur Tengah. Tanpa menyebutkan jumlah detailnya, ia menambahkan, ekspor plywood ke Timur Tengah selama lima bulan pertama tahun ini berlangsung normal. Sedangkan ekspor ke Jepang mengalami sedikit penurunan. "Pada awal tahun 2011 lalu, permintaan dari Jepang cukup besar karena di sana butuh kayu dalam jumlah banyak pasca bencana tsunami," kata dia. Meski volume ekspor plywood turun, harga plywood di pasar internasional mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sejauh ini, harga rata-rata plywood mencapai US$ 525 per m3, sedangkan harga rata-rata tahun lalu di periode yang sama senilai US$ 500 per m3.
Ekspor kayu lapis Januari-Mei turun 10%
JAKARTA. Krisis ekonomi yang Eropa membawa dampak buruk bagi perdagangan ekspor kayu lapis (plywood) asal Indonesia. Selama Januari-Mei, realisasi volume ekspor plywood turun 10,03% dibandingkan waktu yang sama tahun lalu. Kinerja ekspor kayu lapis tersebut mencatat, volume ekspor kayu lapis itu sebesar 966.427 meter persegi (m3) atau senilai US$ 523,14 juta. Jumlah ini turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 1,1 juta m3 dengan nilai US$ 554,3 juta US$. Soewarni, Chairperson Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA) bilang, belum membaiknya perekonomian Eropa membuat permintaan plywood dari wilayah tersebut turun drastis dibandingkan tahun lalu. "Krisis keuangan membuat pengusaha kayu di sana memilih menggunakan stok yang ada, daripada menambah pasokan," kata dia ke KONTAN, Rabu (13/6). Dia mengatakan, sejatinya Eropa bukan pasar utama kayu lapis asal Indonesia, sehingga dampak krisis yang dirasakan pengusaha tidak begitu besar. Namun, menurut Soewarni, sekitar dua per tiga dari total volume ekspor plywood ditujukan ke Jepang dan Timur Tengah. Tanpa menyebutkan jumlah detailnya, ia menambahkan, ekspor plywood ke Timur Tengah selama lima bulan pertama tahun ini berlangsung normal. Sedangkan ekspor ke Jepang mengalami sedikit penurunan. "Pada awal tahun 2011 lalu, permintaan dari Jepang cukup besar karena di sana butuh kayu dalam jumlah banyak pasca bencana tsunami," kata dia. Meski volume ekspor plywood turun, harga plywood di pasar internasional mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sejauh ini, harga rata-rata plywood mencapai US$ 525 per m3, sedangkan harga rata-rata tahun lalu di periode yang sama senilai US$ 500 per m3.