JAKARTA. Ekspor kopi Indonesia di awal tahun anjlok. Suplai kopi dari petani yang minim, lantaran produksi tidak maksimal, menjadi alasannya. Ini terjadi karena dalam dua tahun terakhir, kondisi cuaca di sentra kopi sangat tidak mendukung. Jika di tahun 2015 di sentra kopi terjadi kekeringan atau El Nino, di tahun 2016 kebun kopi mengalami La Nina yang membuat curah hujan terlalu tinggi. Ini membuat calon buah kopi banyak yang rontok sebelum waktu siap dipanen. Akibatnya Presiden Direktur PT Indokom Citra Persada, Saimi Saleh, mengatakan, pada kuartal I-2017 volume ekspor kopi perusahaanya berada di kisaran 4.000 ton, jauh di bawah kinerja ekspor periode yang sama tahun-tahun sebelumnya mencapai 8.000 ton.
Selama ini Indokom mendapatkan pasokan kopi dari Lampung, Palembang, Bengkulu, dan Jambi. Sementara pangsa pasar ekspor Indokom adalah Amerika Serikat (AS) dan Eropa Walau produksi turun, menurut Saimi, harga kopi internasional relatif stagnan. Harga kopi internasional tidak langsung melejit akibat pasokan dalam negeri yang berkurang. Saimi bilang, kondisi perekonomian dunia turut mempengaruhi harga. Stok kopi di negara produsen seperti Brazil juga menjadi faktor penentu pergerakan harga kopi dunia. "Harga kopi tidak hanya karena
supply dan
demand saja," katanya, Kamis (25/5). Mengutip data
Bloomberg, harga kopi untuk kontrak penjualan bulan Juli 2017 cenderung turun. Bila di awal tahun ini harga kopi US$ 1,42 per busel, mendekati akhir Mei ini melandai menjadi US$ 1,28 per busel. Tren minum kopi Walau di pasaran internasional harga kopi sulit ditebak, di dalam negeri harga kopi menunjukkan tren naik. Dalam dua tahun terakhir, harga kopi jenis robusta mengalami peningkatan dari Rp 25.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 40.000 per kg. Sementara untuk kopi Arabika naik dari Rp 40.000 per kg menjadi Rp 60.000 per kg. Direktur Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kemtan) Bambang mengatakan, penurunan produksi di tengah konsumsi yang meningkat membuat harga kopi mengalami tren peningkatan. "Kenaikan ini tak terlepas dari semakin tingginya minat anak muda dan orang tua di Indonesia pada minuman kopi yang diimbangi dengan menjamurnya kafe di sejumlah kota," ujarnya. Tren peningkatan konsumsi kopi juga terjadi tidak hanya di Ibukota, tetapi juga menjamur di daerah-daerah. "Munculnya kedai-kedai minum kopi membuat potensi komoditas ini masih cerah kedepan," kata Direktur Pundi Mas Group Fanny Runtuwene. Pundi Mas adalah perusahaan pengolahan kopi yang berlokasi di Manado. Ketua Umum Gabungan Eksportir kopi Indonesia (Gaeki) Hutama Sugandhi menambahkan, minat pasar manca negara terhadap kopi Indonesia sangat tinggi karena kopi Nusantara memiliki ciri khas yang diminati pasar.
Namun permintaan yang tinggi itu tidak diimbangi dengan produksi, yang justru menurun tiap tahun. Oleh karena itu Sugandhi meminta agar pemerintah menaruh perhatian serius pengembangan industri hulu kopi. Kemtan mencatat produksi kopi Indonesia tahun 2015 sebanyak 639.412 ton. Tahun 2016 turun menjadi 639.305 ton, dan tahun ini diperkirakan hanya mencapai 637,539 ton. Penurunan produksi kopi ini karena cuaca kemarau basah yang terjadi pada tahun 2016 sehingga produktivitas kopi tidak maksimal. Tahun ini kondisi cuaca diperkirakan tidak jauh beda dengan tahun lalu. Tanaman kopi yang dimiliki oleh para petani dengan usia yang tua turut memperparah penurunan produksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia