Ekspor Listrik Hijau dan Hidrogen Bisa Jadi Penghasil Devisa di Masa Depan



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melihat potensi bisnis yang besar dari ekspor energi hijau, bahkan diharapkan bisa menjadi salah satu sumber devisa di masa depan. 

Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, pihaknya mendorong dan kembangkan potensi ekspor energi dalam bentuk listrik dan hidrogen. 

“Ekosistem ini harus didorong supaya mungkin memungkinkan. Ke depan Indonesia bisa menjadi pengekspor energi baru terbarukan dalam bentuk listrik, hidrogen hijau, ammonia, dan lainnya karena potensi itu bisa jadi devisa,” ujarnya dalam acara Arifin Panigoro Dialog seri ke-8: “Refleksi 2023 dan Outlook 2024: Indonesia Menuju Energi Bersih dan Ekonomi Hijau yang Inklusif” di Jakarta, Kamis (21/12). 


Menurutnya, Indonesia memiliki sumber energi hijau yang melimpah, seperti sumber daya alam yang dapat memproduksi clean hydrogen, clean ammonia, maupun listrik berbasis EBT.

Namun khusus untuk ekspor listrik, dia mengakui, masih banyak tantangan yang dihadapi karena pelaksanannya juga melibatkan Kementerian dan Lemabaga lainnya.   “Pada prisipnya kita mendukung (ekspor) itu,” kata Feby. 

Baca Juga: Poin Perubahan Sudah Disetujui, Revisi Permen PLTS Atap Rampung Awal 2024

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, saat ini Jepang sudah mulai memanfaatkan amonia di mana sudah menerima produk amonia hijau dan biru. 

“Amonia ini lebih gampang ditransportasikan dibandingkan hidrogen, jadi sudah ada kebijakan pemerintah Jepang untuk menetapkan harga premium untuk blue ammonia,” ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) RUU EBET di komisi VII DPR RI, 20 November 2023 silam.

Sejalan dengan prospek itu, pemerintah mendorong pemanfaatan gas untuk domestik dengan menciptakan industri hilirisasi gas. Salah satu proyek yang akan dibangun ialah amonia biru (blue ammonia). 

Arifin bilang, pemerintah akan membangun hilirisasi gas alam menjadi low carbon ammonia dengan rencana produksi 875.000  ton/tahun Blue Ammonia, yang akan digunakan untuk co-firing di pembangkit listrik dan juga di pabrik baja.

"Proyek-proyek hilirisasi tersebut merepresentasikan ketangguhan atau daya tahan industri hulu migas Indonesia dalam menjalankan tugasnya di tengah dinamika dan tantangan baik yang bersifat global maupun nasional", ujar Arifin dalam peresmian proyek Tangguh Train 3 di Bintuni, Jumat (24/11). 

Sebagai informasi, beberapa waktu ke depan produksi gas di Indonesia akan semakin melimpah bahkan berlebihan (surplus). Hal ini dipicu mulai beroperasinya sejumlah lapangan gas  dengan potensi yang besar.  

Dalam catatan Kementerian ESDM, cadangan gas bumi di Indonesia sekitar 54,83 Triliun Kaki Kubik Persegi (Trillion Cubic Feet/TCF) yang dinyatakan proven, probable dan possible (3 P) dari lapangan migas yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi hingga Papua. 

Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada.  Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1.715 juta standar kaki kubik per hari (million standrd cubic feet per day /MMSCFD) yang berasal dari beberapa proyek potensial.

Baca Juga: Poin Perubahan Sudah Disetujui, Revisi Permen PLTS Atap Rampung Awal 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat