JAKARTA. Ekspor mebel ke Jepang diprediksi baru akan kembali berjalan normal paling cepat pada akhir 2011. Sebab, selain infrastruktur pelabuhan yang rusak, kecemasan masyarakat terhadap krisis nuklir yang terjadi di Jepang membuat orang menunda berbelanja mebel. Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono bilang, ekspor mebel praktis terhenti sejak Maret 2011, setelah gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada 11 Maret 2011 lalu. "Mebel asal Jepara, Yogyakarta dan Solo telah berhenti diekspor," ujarnya. Penurunan permintaan dari Jepang, menurut Ambar memang sudah terlihat sejak pelaksanaan pameran International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) di bulan lalu. Saat kejadian tsunami, para pembeli dari Jepang sekitar 50 orang langsung kembali pulang ke negerinya.Menurutnya ekspor mebel ke Jepang mencapai US$ 180 juta pada tahun 2010. Dengan terhentinya ekspor ke Jepang akibat tsunami, maka Ambar memperkirakan pada tahun ini nilai ekspornya akan merosot hanya senilai US$ 50 juta. Meski ekspor ke Jepang turun, tapi ekspor ke negara lain bakal meningkat terutama ke Korea, Taiwan dan China.Ekspor mebel ke Jepang mungkin bakal meningkat untuk memenuhi kebutuhan rekonstruksi di Jepang yang bisa berlangsung selama dua tahun ke depan. Saat ini, plywood yang banyak dibutuhkan untuk pembangunan rumah atau bangunan yang hancur. Selanjutnya baru meningkat ke kebutuhan produk kayu berkualitas untuk indoor. Ketua Asmindo Jepara, Akhmad Fauzi mengatakan lebih dari 90% pengiriman mebel dari Jepara ke Jepang ditunda. Ekspor mebel ke Jepang hanya sekitar 10% dari total ekspor mebel Jepara yang mencapai US$ 117 juta di 2010. Ekspor dari Jepara sendiri menjangkau 105 negara dengan nilai ekspor terbesar ke Eropa dan Amerika. "Kami juga sudah mulai merambah beberapa pasar baru seperti Afrika," kata Akhmad. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekspor mebel ke Jepang baru bisa pulih di akhir 2011
JAKARTA. Ekspor mebel ke Jepang diprediksi baru akan kembali berjalan normal paling cepat pada akhir 2011. Sebab, selain infrastruktur pelabuhan yang rusak, kecemasan masyarakat terhadap krisis nuklir yang terjadi di Jepang membuat orang menunda berbelanja mebel. Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono bilang, ekspor mebel praktis terhenti sejak Maret 2011, setelah gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada 11 Maret 2011 lalu. "Mebel asal Jepara, Yogyakarta dan Solo telah berhenti diekspor," ujarnya. Penurunan permintaan dari Jepang, menurut Ambar memang sudah terlihat sejak pelaksanaan pameran International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) di bulan lalu. Saat kejadian tsunami, para pembeli dari Jepang sekitar 50 orang langsung kembali pulang ke negerinya.Menurutnya ekspor mebel ke Jepang mencapai US$ 180 juta pada tahun 2010. Dengan terhentinya ekspor ke Jepang akibat tsunami, maka Ambar memperkirakan pada tahun ini nilai ekspornya akan merosot hanya senilai US$ 50 juta. Meski ekspor ke Jepang turun, tapi ekspor ke negara lain bakal meningkat terutama ke Korea, Taiwan dan China.Ekspor mebel ke Jepang mungkin bakal meningkat untuk memenuhi kebutuhan rekonstruksi di Jepang yang bisa berlangsung selama dua tahun ke depan. Saat ini, plywood yang banyak dibutuhkan untuk pembangunan rumah atau bangunan yang hancur. Selanjutnya baru meningkat ke kebutuhan produk kayu berkualitas untuk indoor. Ketua Asmindo Jepara, Akhmad Fauzi mengatakan lebih dari 90% pengiriman mebel dari Jepara ke Jepang ditunda. Ekspor mebel ke Jepang hanya sekitar 10% dari total ekspor mebel Jepara yang mencapai US$ 117 juta di 2010. Ekspor dari Jepara sendiri menjangkau 105 negara dengan nilai ekspor terbesar ke Eropa dan Amerika. "Kami juga sudah mulai merambah beberapa pasar baru seperti Afrika," kata Akhmad. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News