JAKARTA. Melorotnya ekspor kakao olahan benar-benar menghantam industri pengolahan kakao di Indonesia. Banyak perusahaan pengolahan biji kakao tidak bisa beroperasi dengan kapasitas penuh. Bahkan, sebagian terpaksa tutup. Data Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menunjukkan, saat ini di Indonesia ada 16 pabrik pengolahan kakao dengan kapasitas terpasang sebesar 274.000 ton. Tapi, beberapa pabrik sudah berhenti berproduksi. "Beberapa masih berproduksi dan tidak semuanya juga terpuruk akibat krisis," tegas Ketua Umum Askindo Halim A. Razak, Kamis (9/7). Dari 16 pabrik tersebut, lima pabrik masih berproduksi penuh sesuai kapasitas terpasang. Kelima pabrik itu adalah PT General Food Industries dengan kapasitas terpasang 70.000 ton; PT Kakao Mas Gemilang dengan kapasitas 6.000 ton; PT Cocoa Ventures Indonesia dengan kapasitas terpasang 12.000 ton; PT Mas Ganda dengan kapasitas terpasang 10.000 ton; dan PT Bumi Tangerang Mesindotama dengan kapasitas 25.000 ton. Pemasaran kelima perusahaan itu masih berjalan baik. Sementara tiga pabrik pengolahan kakao sudah tutup alias gulung tikar. Ketiga pabrik itu adalah PT Cocoa Wangi Murni, PT Inti Cocoa Abadi Industries, dan PT Industri Kakao Utama. Tutupnya ketiga pabrik itu membuat kapasitas pengolahan kakao di Indonesia berkurang 60.000 ton.Rontoknya perusahaan pengolah kakao tak lepas dari melorotnya permintaan, khususnya dari pasar Amerika dan Uni Eropa. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Aloisius Wayadanu, permintaan ekspor coklat olahan kini hanya 24.921 ton. "Anjlok 30% dari periode sama tahun lalu yang mencapai 35.601 ton," kata Aloisius. Ia bilang, sebelum krisis, total ekspor kakao 2008 mencapai 142.400 ton, 40% di antaranya menuju pasar Amerika. Uni Eropa mendapat jatah 30%, dan sisanya menyebar ke pasar Asia. Konsumsi kakao dunia saat ini sebesar 3,4 juta ton per tahun.Untuk mengatasi situasi buruk ini, Askindo meminta Pemerintah segera bertindak menolong industri kakao. "Pemerintah harus segera lakukan audit," tegas Halim.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekspor Melorot, Produksi Pabrik Kakao Mandek
JAKARTA. Melorotnya ekspor kakao olahan benar-benar menghantam industri pengolahan kakao di Indonesia. Banyak perusahaan pengolahan biji kakao tidak bisa beroperasi dengan kapasitas penuh. Bahkan, sebagian terpaksa tutup. Data Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menunjukkan, saat ini di Indonesia ada 16 pabrik pengolahan kakao dengan kapasitas terpasang sebesar 274.000 ton. Tapi, beberapa pabrik sudah berhenti berproduksi. "Beberapa masih berproduksi dan tidak semuanya juga terpuruk akibat krisis," tegas Ketua Umum Askindo Halim A. Razak, Kamis (9/7). Dari 16 pabrik tersebut, lima pabrik masih berproduksi penuh sesuai kapasitas terpasang. Kelima pabrik itu adalah PT General Food Industries dengan kapasitas terpasang 70.000 ton; PT Kakao Mas Gemilang dengan kapasitas 6.000 ton; PT Cocoa Ventures Indonesia dengan kapasitas terpasang 12.000 ton; PT Mas Ganda dengan kapasitas terpasang 10.000 ton; dan PT Bumi Tangerang Mesindotama dengan kapasitas 25.000 ton. Pemasaran kelima perusahaan itu masih berjalan baik. Sementara tiga pabrik pengolahan kakao sudah tutup alias gulung tikar. Ketiga pabrik itu adalah PT Cocoa Wangi Murni, PT Inti Cocoa Abadi Industries, dan PT Industri Kakao Utama. Tutupnya ketiga pabrik itu membuat kapasitas pengolahan kakao di Indonesia berkurang 60.000 ton.Rontoknya perusahaan pengolah kakao tak lepas dari melorotnya permintaan, khususnya dari pasar Amerika dan Uni Eropa. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Aloisius Wayadanu, permintaan ekspor coklat olahan kini hanya 24.921 ton. "Anjlok 30% dari periode sama tahun lalu yang mencapai 35.601 ton," kata Aloisius. Ia bilang, sebelum krisis, total ekspor kakao 2008 mencapai 142.400 ton, 40% di antaranya menuju pasar Amerika. Uni Eropa mendapat jatah 30%, dan sisanya menyebar ke pasar Asia. Konsumsi kakao dunia saat ini sebesar 3,4 juta ton per tahun.Untuk mengatasi situasi buruk ini, Askindo meminta Pemerintah segera bertindak menolong industri kakao. "Pemerintah harus segera lakukan audit," tegas Halim.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News