Ekspor mineral mentah & pembangunan smelter rendah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi ekspor mineral mentah yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) baik nikel ore maupun bauksit masih sangat rendah.

Misalnya saja nikel, dari rekomendasi yang diberikan oleh 14 perusahaan yang jumlahnya mencapai 22,9 juta ton, sampai 30 November 2017 ini baru tercapai 3 juta ton. Sedangkan bauksit juga demikian, dari enam perusahaan yang mendapat rekomendasi dengan jumlah 14,9 juta ton, baru mencapai 696.616 ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa melaksanakan kewajiban ekspor memang tidak mudah, ada kewajiban yang harus dipenuhi. “Jika sampai batas waktu, setahun (saat pemberian ekspor), kegiatan ekspor mereka belum mencapai target, maka kuota tersebut tidak bisa di-carry forward. Salah mereka kenapa tidak bisa memanfaatkan,” terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/12).


Selain itu, pemerintah meyakini rekomendasi kuota ekspor akan terus bertambah, seiring dengan adanya perusahaan lain yang akan meminta rekomendasi ekspor. Namun Bambang mengklaim, bahwa rekomendasi ekspor bukan ajang pemerintah membuka ekspor secara besar-besaran. “Lebih tepatnya ini kan insentif untuk membangun smelter, bukan tujuannya membuka secara bebas,” terangnya.

Terkait dengan rekomendasi ini, berkaitan erat dengan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Mengacu data dari Kementerian ESDM, masih ada beberapa perusahaan yang pembangunannya masih kecil.

Seperti contoh, PT Ceria Nugraha Indotama yang progres pembangunan smelternya masih 0,03%. Yang rekomedasi ekspornya disetujui sekitar 2,3 juta ton dan baru terealisasi 222.634 ton. Selain itu PT Fajar Bakti Lintas Nusantara yang kemajuan smelternya masih 0% dengan rekomendasi ekspor 4 juta ton dan realisainya masih 0%.

“Jika dalam enam bulan sesuai dari verifikator independent, progres smelternya belum mencapai 90% dari rencana kerja. Maka kami akan cabut rekomendasi ekspornya,” tandasnya.

Selain akan mencabut, pemerintah juga sedang mengkaji untuk memberikan sanksi finansial bagi perusahaan yang dalam periode enam bulan penilaian belum mencapai target. Namun sayangnya Bambang belum bisa memastikan kapan aturan tersebut akan dikeluarkan.

Yang jelas, kata Bambang, sanksi finansial itu akan masuk kedalam revisi Peraturan Menteri (Permen) No. 35/2017 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.

Adapun kata Bambang, sanksi ini dibuat untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan tindakan oportunis. Misalnya, perusahaan yang sudah diberikan rekomendasi ekspor dan diperiksa oleh verifikator independent, menyetop pembangunan smelternya lantaran keinginan ekspornya sudah dihabiskan. “Dengan sanksi finansial ini kan bisa kita tagih,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati