JAKARTA. Demi mengantisipasi anjloknya pendapatan tahun ini, PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) mulai melirik penambangan mineral lain di luar nikel. Ini dilakukan pasca penghentian kegiatan ekspor bijih nikel DKTF, akibat larangan ekspor mineral mentah. Direktur Operasional DKFT, Ciho Darmawan Bangun mengatakan, pihaknya sedang mencari penambangan bijih besi untuk operasional perusahaan tahun ini. Pasalnya, bijih besi termasuk jenis mineral mentah yang masih boleh diekspor, tanpa perlu diolah menjadi produk turunan. "Kami mungkin mengakuisisi tambang bijih besi yang ada di Indonesia, baik yang masih aktif ataupun yang non aktif," ujarnya, Rabu (22/1).Ia mengaku, kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah telah menganggu kinerja perusahaan. "Saat ini, produksi dan kegiatan ekspor bijih nikel kami sudah berhenti," ungkap Ciho.Padahal, selama ini, satu-satunya pendapatan DKFT berasal dari kegiatan ekspor bijih nikel. Tengok saja, laporan keuangan DKTF kuartal III-2013, pendapatan bersih perusahaan sebesar Rp 581,13 miliar sepenuhnya dari ekspor nikel ke pihak ketiga. Perinciannya, dari Ivoryline Investment Ltd (Inggris) sekitar 83,14% atau Rp 483,2 miliar, Shanxi Minmetals Industrial and Trading Co.Ltd (Cina) senilai Rp 41,97 miliar atau 7,22%, Minecore Resources Inc. (Hong Kong) sejumlah Rp 35,33 miliar, dan Glencore International AG (Swiss) sebesar Rp 20,62 miliar. Meski demikian, Ciho bilang, DKTF tidak akan menghentikan kegiatan eksplorasi bijih nikel pada tahun ini. "Kami masih eksplorasi bijih nikel di Morowali, Sulawesi Tengah," tuturnya. Ini untuk menunjang pasokan bijih nikel yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan nickel pig iron (NPI) yang sedang dibangun. Menurut Ciho, pabrik smelter ini dapat mengolah hingga 320.000 ton dalam 6 tahun hingga 7 tahun ke depan. Namun, untuk sementara, pabrik yang akan beroperasi akhir 2015 ini direncanakan berkapasitas produksi 160.000 ton.Kemarin (22/1), harga saham DKFT turun 0,53% ke level Rp 373 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekspor nikel terganjal, DKFT bidik bijih besi
JAKARTA. Demi mengantisipasi anjloknya pendapatan tahun ini, PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) mulai melirik penambangan mineral lain di luar nikel. Ini dilakukan pasca penghentian kegiatan ekspor bijih nikel DKTF, akibat larangan ekspor mineral mentah. Direktur Operasional DKFT, Ciho Darmawan Bangun mengatakan, pihaknya sedang mencari penambangan bijih besi untuk operasional perusahaan tahun ini. Pasalnya, bijih besi termasuk jenis mineral mentah yang masih boleh diekspor, tanpa perlu diolah menjadi produk turunan. "Kami mungkin mengakuisisi tambang bijih besi yang ada di Indonesia, baik yang masih aktif ataupun yang non aktif," ujarnya, Rabu (22/1).Ia mengaku, kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah telah menganggu kinerja perusahaan. "Saat ini, produksi dan kegiatan ekspor bijih nikel kami sudah berhenti," ungkap Ciho.Padahal, selama ini, satu-satunya pendapatan DKFT berasal dari kegiatan ekspor bijih nikel. Tengok saja, laporan keuangan DKTF kuartal III-2013, pendapatan bersih perusahaan sebesar Rp 581,13 miliar sepenuhnya dari ekspor nikel ke pihak ketiga. Perinciannya, dari Ivoryline Investment Ltd (Inggris) sekitar 83,14% atau Rp 483,2 miliar, Shanxi Minmetals Industrial and Trading Co.Ltd (Cina) senilai Rp 41,97 miliar atau 7,22%, Minecore Resources Inc. (Hong Kong) sejumlah Rp 35,33 miliar, dan Glencore International AG (Swiss) sebesar Rp 20,62 miliar. Meski demikian, Ciho bilang, DKTF tidak akan menghentikan kegiatan eksplorasi bijih nikel pada tahun ini. "Kami masih eksplorasi bijih nikel di Morowali, Sulawesi Tengah," tuturnya. Ini untuk menunjang pasokan bijih nikel yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan nickel pig iron (NPI) yang sedang dibangun. Menurut Ciho, pabrik smelter ini dapat mengolah hingga 320.000 ton dalam 6 tahun hingga 7 tahun ke depan. Namun, untuk sementara, pabrik yang akan beroperasi akhir 2015 ini direncanakan berkapasitas produksi 160.000 ton.Kemarin (22/1), harga saham DKFT turun 0,53% ke level Rp 373 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News