Ekspor non migas topang pertumbuhan ekonomi



JAKARTA. Laju pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2107 diperkirakan hanya berkisar 5%-5,1%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan proyeksi di awal tahun sebesar 5,2% - 5,3%. Dengan adanya momen Ramadhan dan Lebaran diharapkan konsumen rumah tangga meningkat.

Namun nyatanya, momentum Ramadan dan Lebaran tak mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga. Belum lagi, terjadi pelemahan konsumsi pada sektor ritel.

Ekonom Institute for Development of Economics Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, dalam waktu dekat ini konsumsi rumah tangga masih sulit terdongkrak. Setidaknya, hingga akhir tahun, konsumsi rumah tangga masih tumbuh stagnan di kisaran 4,8% - 4,9%. “Dorongan konsumsi masyarakat tidak sesuai ekspektasi. Penjualan ritel dan otomotif turun dibanding tahun lalu. Saya perkirakan kuartal II ini ekonomi bisa tumbuh 5,05%,” katanya. Ia menuturkan, melemahnya konsumsi masyarakat menyebabkan geliat sektor industri stagnan.


Pada kuartal I 2017 lalu, Bhima menuturkan, konsumsi masyarakat tergerus oleh naiknya tarif dasar listrik. Konsumsi masyarakat akan terjaga apabila pemerintah bisa menjaga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram (kg) tidak naik sampai akhir tahun agar ekonomi bisa tumbuh lebih cepat.

Lebih lanjut, Bhima memaparkan, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun ini ditopang oleh meningkatnya ekspor non-migas seiring pemulihan permintaan di China dan realisasi investasi atau PMTB yang bisa tumbuh lebih dari 5%.

Harga komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO) menjadi penopang utama ekspor komoditas. Ditambah lagi permintaan ekspornya sejak Januari–Mei 2017 meningkat sampai 29% (y.o.y). “Harganya lebih bagus dari tahun lalu. Di level petani tandan buah segarnya juga naik, ini lebih ke faktor naiknya permintaan global,” ujar Bhima.

Meski demikian, harga minyak diperkirakan masih stagnan di level rendah, bahkan mengalami penurunan. Naiknya produksi minyak di Libya membuat harga minyak menjadi fluktuatif. Harga minyak diperkirakan masih di bawah US$ 50 per barel sampai akhir tahun.

Tak hanya ekspor non-migas dan realisasi investasi yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II ini, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan. adanya panen raya di sektor pertanian ikut menyumbang pertumbuhan kuartal II. “Pertumbuhan kuartal II tertolong ekspor komoditas karena harganya lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu. Investasi dan konsumsi masih stagnan, tidak sesuai ekspektasi,” ungkapnya.

David sendiri memperkirakan ekonomi pada kuartal II 2017 tumbuh sekitar 5,1%. Ia bilang, kepercayaan masyarakat untuk belanja barang tahan lama, seperti mobil, motor, rumah masih stagnan dibanding periode yang sama tahun lalu. Pembelian barang tahan lama ini sebenarnya bisa mendorong konsumsi barang lainnya, misalnya alat rumah tangga.

“Konsumsi masyarakat perlu stimulus, tapi di sisi lain, stimulus dari pemerintah juga terbatas. Defisit dibatasi. Maka, investasi harus dipercepat, paket kebijakan enambelas kita tunggu. Apa yang dilakukan pemerintah untuk menstimulus investasi,” terangnya.

Sementara itu, Ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra memperkirakan. pertumbuhan ekonomi kuartal II di kisaran 5%-5,1%. Faktor pendorongnya berasal dari membaiknya pertumbuhan ekonomi di China, sehingga harga komoditas dan ekspornya ikut terdongkrak.

“Ekspor tumbuh kencang, di kisaran 8% yoy. Saya perkirakan bisa lebih baik, tapi tidak sekencang itu,” katanya. Ia memperkirakan, setiap 1% kenaikan ekspor ke China punya kontribusi 0,02% pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tak hanya China yang menjadi pendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia, negara lain seperti Jepang dan Amerika Serikat juga turut berpengaruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.