Ekspor ore nikel distop, Dirut Antam: Tidak ada dampak signifikan



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Langkah pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel atau nikel ore yang akan berakhir pada Desember 2019 melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM nyatanya tidak begitu berdampak signifikan bagi Antam (ANTM). Direktur Utama Aneka Tambang Arie Prabowo Ariotedjo mengaku belum mengetahui kabar mengenai ditekennya Permen tersebut, namun ia memastikan hal tersebut tak jadi soal bagi rencana pengembangan smelter milik ANTM.

Baca Juga: Harga emas Antam hari ini turun lagi ke Rp 766.000 "Semuanya masih on schedule saja," ujar Arie ketika dihubungi Kontan.co.id, Miggu (1/9). Asal tahu saja, ANTM memiliki proyek pembangunan smelter nikel yang berlokasi di Papua Barat, mereka mengharapkan dapat memulai proyek itu pada tahun 2020. Lebih jauh Arie memastikan ANTM akan terus menggenjot kinerja khususnya pada tahun mendatang. Apalagi kata Arie, pendapatan yang diperoleh lewat bijih nikel dalam setahun hanya sebesar 7% atau sekitar Rp 2 triliun dari total pendapatan. Pada tahun 2020, ANTM meningkatkan sejumlah target perseroan seperti peningkatan ekspor bauksit yang mencapai 3,8 juta ton. "Kita juga targetkan penjualan emas naik ke 36 ton," terang Arie. Salah satu faktor yang mendorong keyakinan ANTM adalah proyeksi kenaikan harga nikel.

Baca Juga: Asosiasi Nikel kirim surat ke Presiden Jokowi soal rencana stop ore nikel Mengutip catatan Kontan.co.id, Hingga semester I tahun ini, penjualan unaudited Antam tumbuh 22% menjadi Rp 14,43 triliun. Emas, perak dan jasa pemurnian logam mulia masih memberi kontribusi penjualan terbesar, yakni 67% atau setara Rp 9,72 triliun.  Sedang feronikel dan nikel berkontribusi 29%, setara Rp 4,07 triliun. Karena itu, ke depan, Antam akan mengembangkan smelter nikel.  Perusahaan ini telah meneken kerja sama dengan dua perusahaan China. Pertama, kerja sama dengan Shandong Xinhai untuk menggarap nikel di Pulau Gag, Papua. Arie menyebut, hasil dari smelter nantinya adalah 40.000 ton feronikel dan 500.000 ton stainless steel pada tahap awal. "Lokasi smelter ada di Sorong atau Halmahera," terang dia, beberapa waktu lalu. Di sini, Antam akan memiliki mayoritas saham atau lebih dari 51%. Nilai investasi US$ 1,2 miliar. Kedua, Antam menjalin kerja sama dengan Huayou Cobalt Co Ltd untuk memproduksi bahan baku baterai mobil listrik dan motor.


Baca Juga: Strategi ANTM tambal kinerja akibat larangan ekspor bijih nikel

Nilai investasi proyek ini US$ 6 miliar. Dalam proyek ini, Inalum sebagai induk Antam akan ikut mendanai. "Dananya bisa dari obligasi, pinjaman bank dan shareholder," terang Arie. Ekspansi tersebut tak akan menggunakan belanja modal tahun ini. Tahun ini, Antam fokus menggarap proyek chemical grade alumina (CGA) yang akan groundbreaking awal September 2019.

Nilai investasi proyek di Mempawah, Kalimantan Barat tersebut sekitar US$ 900 juta. Di semester I, Antam telah menggunakan capex Rp 685,14 miliar dari total Rp 3,39 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini