Ekspor Produk Pertanian 2009 Turun 10%



JAKARTA. Pemerintah memperkirakan akan terjadi penurunan nilai ekspor sektor pertanian sebesar 10% pada 2009. Penurunan itu akan lebih disebabkan oleh penurunan harga dibandingkan penurunan volume. “Jika penurunan ekspor secara keseluruhan sebesar 30%, maka penurunan di sektor pertanian hanya 10% saja,” kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, akhir pekan lalu. Faktor yang lebih penting justru bulan karena penurunan permintaan namun lebih kerena ketidak pastian harga dan masalah pembiayaan ekspor dibanding permintaannya sendiri. Ia mengatakan trade financing untuk internasional untuk produk-produk Indonesia lebih banyak ditentukan oleh si importir. Ketentuan penggunaan L/C menurut Bayu selalu mempunyai dua sisi, di satu sisi ada kekawatiran justru itu akan mempengaruhi penurunan permintaan, namun disisi lain kita memerlukan L/C di dalam negeri. “Saya juga nggak mengetahui sampai mana pembahasannya, karena itu di Departemen Perdagangan,” kata Bayu. Ia menambahkan, penurunan ekspor sebesar 10% pada 2009 itu merupakan penurunan total produk pertanian. Penurunan ekspor produk pertanian tidak akan turun sedrastis penurunan total ekspor non migas Indonesia. Ia memisalkan untuk produk karet, penurunan permintaan komoditas karet sangat dipengaruhi oleh demand dari perkembangan dari produk otomotif karena 70% permintaan atas karet masuk ke industri otomotif untuk pembuatan ban. Akan tetapi karet kalau sudah diolah dalam kualitas tertentu bisa disimpan sampai setahun dua tahun, sehingga saat ini pembeli luar negeri masih mempunyai stok. Yang saat ini masih menjadi pertanyaan adalah fluktuasi harga karet yang masih belum ketemu, bukan karena permintaan yang tidak ada. Sementara itu untuk produk Crude Palm Oil (CPO) sangat terkait dengan harga minyak mentah dunia. Seperti diketahui, ekspor produk pertanian Indonesia didominasi oleh nilai ekspor komoditas CPO dan karet. Semenjak dua komoditas itu harganya mengalami penurunan, maka total nilai ekspor produk non migas Indonesia juga turun drastiS. Disamping penurunan harga, penurunan nilai ekspor juga disebabkan oleh penurunan volume ekspor karena penurunan permintaan di pasar internasional sebagai dampak dari krisis keuangan global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan total ekspor Indonesia pada Januari-Desember 2008 sebesar US$ 136,76 milliar sedangkan total impor mencapai US$ 128,79 milliar. Ekspor non migas 2008 sebesar US$ 107,80 milliar. Ekspor Indonesia disokong oleh 10 produk unggulan seperti Crude Palm Oil (CPO), batubara dan karet. Menurut sektor, maka ekspor hasil pertanian pada 2008 meningkat 34,98%, ekspor hasil industri naik 15,15% dan ekspor hasil tambang naik 24,62% dibanding periode yang sama 2007. Menurut Deputi Bidang Statistik, Jasa dan Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Ali Rosidi penurunan harga termasuk volume ekspor di 10 komoditas tersebut menyebabkan pada quartal VI 2008 pertumbuhan nilai ekspor anjlok. Jika pada 2009, harga dan volume ekspor komoditas-komoditas tersebut kembali menurun maka bisa dipastikan neraca perdagangan akan lebih jeblok. Pemerintah sendiri pesimis dengan nilai ekspor 2009, bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara terang-terangan di hadapan DPR mengatakan bahwa pertumbuhan ekspor Indonesia pada 2009 hanya dalam kisaran 1%-2,5% saja jauh dari target ekspor sebesar 5%. Ia mengatakan dari hasil data statistik yang dikumpulkan Departemen Keuangan (Depkeu) sampai akhir Januari 2009 dapat dilihat bahwa volume perdagangan di Tanjung Priok terutama ekspor menunjukkan indikator adanya penurunan volume. "Volume turun maupun dari sisi value. Itu mengindikasikan proyeksi pertumbuhan ekspor 5% pada 2009 akan meleset. Pertumbuhan ini terlalu opimistis kalau kita lihat tren dari Oktober 2008, sehingga ekspor terjadi koreksi ke bawah," kata Menkeu dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, beberapa waktu lalu. Dengan indikasi itu, maka Menkeu memproyeksi untuk kinerja ekspor 2009 akan terus menurun dari 5% ke angka 2,5% bahkan bisa turun lebih dalam di kisaran 1%. Angka pertumbuhan itu jauh dari realisasi tahun 2008 yang mencapai 9%. "Itu karena demand dari luar negeri turun," katanya. Ia menambahkan, pemerintah Indonesia tidak mampu berbuat banyak dengan penurunan demand luar negeri sehingga berakibat penurunan kinerja ekspor. Krisis ekonomi global terutama di Amerika Serikat telah membawa penurunan permintaan, untuk itu pemerintah akan lebih memfokuskan pada pasar dalam negeri dengan menjaga tingkat konsumsi 5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: