JAKARTA. Produsen sarung tangan karet hingga kini masih galau. Penyebabnya, pasokan gas yang merupakan bahan bakar pembuatan sarung tangan masih tersendat. Akibatnya, biaya energi listrik yang harus ditanggung produsen sarung tangan melonjak. Dalam situasi tak menguntungkan semacam itu, produsen cuma berani memasang target pertumbuhan ekspor yang mini, yaitu 5% dibandingkan tahun lalu. "Industri masih terkendala pasokan gas bumi dan kenaikan tarif dasar listrik. Gas dan listrik bagian yang cukup penting untuk produksi. Kontribusinya sekitar 15%," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia (ASTA), Achmad Safiun. Pasokan gas bumi yang seret merupakan masalah kronis produsen sarung tangan karet. Tahun lalu, pelaku industri juga kesulitan mencari energi alternatif, seperti ampas kulit kelapa sawit. "Pemerintah menjanjikan suplai gas bisa memenuhi kebutuhan produksi pada 24 Oktober nanti. Khususnya pasokan gas untuk produsen di daerah Sumatra Utara," tutur dia.
Ekspor sarung tangan terhambat gas
JAKARTA. Produsen sarung tangan karet hingga kini masih galau. Penyebabnya, pasokan gas yang merupakan bahan bakar pembuatan sarung tangan masih tersendat. Akibatnya, biaya energi listrik yang harus ditanggung produsen sarung tangan melonjak. Dalam situasi tak menguntungkan semacam itu, produsen cuma berani memasang target pertumbuhan ekspor yang mini, yaitu 5% dibandingkan tahun lalu. "Industri masih terkendala pasokan gas bumi dan kenaikan tarif dasar listrik. Gas dan listrik bagian yang cukup penting untuk produksi. Kontribusinya sekitar 15%," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia (ASTA), Achmad Safiun. Pasokan gas bumi yang seret merupakan masalah kronis produsen sarung tangan karet. Tahun lalu, pelaku industri juga kesulitan mencari energi alternatif, seperti ampas kulit kelapa sawit. "Pemerintah menjanjikan suplai gas bisa memenuhi kebutuhan produksi pada 24 Oktober nanti. Khususnya pasokan gas untuk produsen di daerah Sumatra Utara," tutur dia.