Ekspor sawit Indonesia terganggu kampanye negatif Greenpeace



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kampanye hitam terhadap produk minyak kelapa sawit semakin menjadi. Terbaru, aktivis Greenpeace International menaiki kapal tangker yang sedang mengangkut minyak kelapa sawit milik Wilmar International di perairan Teluk Cadiz, dekat Spanyol sambil membentangkan spanduk bertuliskan "Selamatkan Hutan Hujan Kita dan Hentikan Minyak Sawit Kotor", akhir pekan lalu.

Tentu saja, aksi ini berpotensi menekan ekspor minyak sawit Indonesia di tengah upaya pemerintah mempersempit defisit transaksi berjalan. Bila aksi serupa terus berlanjut, dikhawatirkan ekspor komoditas andalan Indonesia tersebut bakal anjlok.

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno mendesak pemerintah segera turun tangan mengamankan kepentingan ekonomi nasional di pasar global. Ia menilai tindakan tersebut berdampak buruk terhadap ekspor sawit.


"Negara harus berpihak kepada minyak sawit yang berada dalam ancaman Greenpeace. Karena selama ini, negara merasakan keuntungan dari penerimaan devisa negara," ujarnya, Minggu (18/11).

Menurut Benny, aksi Greenpeace ini terlalu lama dibiarkan. Akibatnya, bisa menghambat ekspor sawit masuk Eropa. "Untuk itu, Indonesia bisa mengikuti kebijakan India yang membekukan Greenpeace," ujarnya.

Wakil Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengatakan kampanye Greenpeace telah menghina martabat Indonesia melalui tuduhan minyak sawit kotor. Pasalnya, tuduhan Greenpeace belum tentu dapat terbukti apakah minyak sawit yang dihasilkan dari pembabatan lahan hutan.
 
"Apakah Greenpeace bisa membuktikan minyak sawit yang dijual Wilmar, merusak lingkungan? Padahal, supplier mereka ini telah mengikuti prisnsip minyak sawit berkelanjutan seperti ISPO dan RSPO. Jelas kampanye Wilmar dapat menghancurkan stigma sawit Indonesia,"ujarnya.
Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan, perusahaan sawit sudah mengikuti ketentuan pemerintah agar mengikuti kaidah-kaidah keberlanjutan, seperti wajib mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). "Selain itu, pemerintah juga melakukan moratorium pembukaan lahan sawit," ujarnya.

Ia mengatakan, seharusnya  Greenpeace menghargai kebijakan pemerintah. Tapi, dengan aksi kampanye hitam terhadap CPO tersebut, justru menunjukkan mereka menghalangi ekspor minyak sawit Indonesia yang selama ini menjadi sumber pemasukan devisa terbesar. Ia menduga, aksi ini, bagian dari perang dagang. Dus, DMSI mendesak pemerintah mengaudit sumber keuangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang selama ini vokal.

Sementara, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik mengatakan, pihaknya meminta perusahaan makanan Mondelez menghentikan berdagang CPO dengan Wilmar. "Sampai minyak sawit mereka dapat dibuktikan tidak menghancurkan hutan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli