JAKARTA. Gabungan Pengusaha Ekspor Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi, volume ekspor produk kelapa sawit seperti
palm kernel, crude palm oil (CPO), dan produk turunan lainnya, hingga akhir 2012, akan menembus 18 juta ton. Jumlah ini tumbuh 9,09% dibandingkan ekspor 2011 yang sebanyak 16,5 juta ton. Sekretaris Jenderal Gapki, Joko Supriyono, menyebutkan, sampai September 2012, volume ekspor produk sawit mencapai 15,59 juta ton. Volume ekspor ini meliputi palm kernel sebanyak 3,5 juta ton, CPO sebanyak 5 juta ton, dan produk kelapa sawit lain mencapai 7,09 juta ton. Pencapaian sembilan bulan di tahun ini meningkat dibandingkan volume ekspor selama Januari-September 2011, yang mencapai 14,83 juta ton. "Kami memprediksi, sampai akhir tahun ini volume ekspor produk kelapa sawit bisa mencapai lebih dari 18 juta ton," kata Joko, Jumat (9/11).
Secara total, ekspor kelapa sawit sampai akhir kuartal III 2012 sejatinya naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, tren ekspor produk ini menurun setiap kuartal. Gapki mencatat, di kuartal I-2012, volume ekspor produk kelapa sawit 5,45 juta ton. Di kuartal II, ekspor menyusut menjadi 5,09 juta ton, dan di kuartal III turun lagi menjadi 5,05 juta ton. Padahal, tahun lalu, ekspor produk kelapa sawit justru meningkat setiap kuartal. Di tiga bulan pertama tahun lalu, ekspor produk kelapa sawit sebanyak 4,28 juta ton, kemudian naik jadi 5,2 juta ton di kuartal II, dan naik lagi jadi 5,35 juta ton di kuartal III. "Penyebab naik turunnya volume ekspor itu bermacam-macam; mulai dari produksi, harga, hingga bea keluar (BK). Kami mengharapkan ekspor di kuartal IV-2012 lebih baik dari kuartal III," ungkap Joko. Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto khawatir, ekspor sawit Indonesia ke India di tahun depan bakal tertekan. Sebab, Malaysia berniat memangkas pajak ekspor CPO mulai Januari 2013. India juga akan menaikkan pajak impor CPO olahan sebesar 10% untuk melindungi petani biji-bijian bahan baku minyak nabati, seperti kedelai dan mustard. "Kita lihat Januari, ekspor Indonesia ke India pasti akan tergerus," kata Susanto tanpa menyebutkan potensi penurunan ekspor tersebut. Keputusan Malaysia menurunkan bea keluar CPO, menurut Susanto, membuat produk CPO asal Indonesia juga kurang kompetitif. "CPO Malaysia otomatis akan masuk ke India menggantikan CPO Indonesia," kata Susanto. Maka itu, Gapki mengharapkan, pemerintah menurunkan BK CPO agar produk lokal dapat bersaing dengan CPO Malaysia. Gapki ingin, dalam satu atau dua bulan ini, pemerintah mengambil langkah antisipasi. Harapannya, pemerintah mengubah struktur sekaligus menurunkan BK CPO. Hingga akhir Juni 2012, total produksi CPO dan produk olahan CPO Indonesia yang diekspor ke India mencapai 2,5 juta ton. Target ekspor ke India tahun ini sebesar 7,9 juta ton, rinciannya, 3,1 juta ton CPO dan 4,8 juta ton produk CPO olahan. Jumlah ini setara 30% dari total ekspor produk kelapa sawit Indonesia. "Impor India cukup tinggi," kata Susanto.
Bukan hanya BK, ekspansi kebun sawit juga menjadi sorotan. Penghentian izin hutan alam primer dan lahan gambut ikut menahan perluasan kebun kelapa sawit. Padahal, pemerintah ingin produksi kelapa sawit di 20125 mencapai 40 juta ton. "Jika penambahan luas lahan masih sedikit, bagaimana bisa mencapai target itu?" kata Joko. Satu tahun sejak pemberlakuan moratorium pelepasan hutan alam primer dan lahan gambut, industri sawit nasional kurang berkembang. Apalagi, konflik kepemilikan lahan dan tumpang tindih izin lahan kebun ikut mempengaruhi ekspansi. Selama 2006-2010, penambahan areal lahan baru sawit mencapai 300.000 ha hingga 400.000 ha setiap tahun. "Tapi sejak tahun lalu, penambahan lahan kebun hanya 200.000 ha per tahun," kata Joko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro