JAKARTA. Udang akan tetap menjadi komoditas ekspor hasil perikanan yang moncer di tahun ini. Harga yang stabil naik dan pasar yang sudah jelas menjadi alasan udang tetap akan menjadi komoditas unggulan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Thomas Darmawan mengatakan, ekspor udang mencapai 30% dari keseluruhan ekspor perikanan setiap tahunnya. "Suplai yang besar, pasar yang luas, dan harga yang stabil menjadikan udang unggul," katanya, Kamis (5/1). Menurutnya, kinerja ekspor yang bagus didorong kenaikan harga udang di luar negeri. Kalau di awal 2011 harga udang di kisaran US$ 9 per kilogram (kg) - US$ 10 per kg, di awal 2012 harga udang sudah mengancik US$ 10 per kg sampai US$ 12 per kg.
Kenaikan harga tidak hanya terjadi di pasar ekspor. Di dalam negeri, harga udang jenis vaname yang sebelumnya di kisaran Rp 40.000 per kg sampai Rp 45.000 per kg pada awal 2011, naik menjadi Rp 43.000 per kg sampai Rp 50.000 per kg di awal tahun ini. Itu berarti, dalam setahun harga udang naik sekitar 7,5% sampai 11,11%. Untuk tahun ini, pengusaha udang Indonesia sepertinya masih tetap mempertahankan pasar utama ekspor, seperti Jepang, Eropa, Amerika Serikat (AS) serta China. Pada 2011, pasar China masih mendominasi volume ekspor udang, yakni mencapai 1 juta ton, disusul AS sebanyak 565.000 ton, Eropa 500.000 ton, dan Jepang 200.000 ton. Pada 2011, pemerintah menargetkan nilai ekspor udang mencapai US$ 1,2 miliar. Jumlah itu berarti 30% dari target ekspor perikanan yang sebesar US$ 3,2 miliar. Pemain bertambah Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri juga optimistis pertumbuhan industri pengolahan udang, termasuk budidaya udang. "Pasar udang masih lebar," katanya. Namun Rokhmin mengingatkan, sektor budidaya udang perlu upaya meningkatkan produktivitas. Upaya itu antara lain dengan benih unggul, serta pemberian pakan udang berkualitas. Selain itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini juga menyoroti buruknya infrastruktur dan sarana transportasi dari sentra produksi perikanan ke konsumen. Banyak sentra produksi perikanan dan udang tidak dilengkapi
cold storage. Hal itu menyebabkan ketika musim panen, produksi tidak terserap harganya jatuh. "Sebaliknya, saat musim paceklik, harga melambung tinggi karena tidak ada stok," kata Rokhmin. Victor Nikijuluw, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, menegaskan, Pemerintah akan terus mendorong industri pengolahan udang dan budidaya udang. Dia berharap, ke depan jumlah olahan udang yang bisa diekspor bertambah. "Saat ini ada 30 makanan olahan berbasis udang yang diekspor," katanya. Peningkatan jumlah produk itu seiring dengan peningkatan jumlah perusahaan pengolahan udang sepanjang 2011. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, hingga September 2011 jumlah perusahaan pengolahan udang mencapai 150 perusahaan.
Itu berarti, ada penambahan lima perusahaan baru yang turut meramaikan produksi udang nasional karena pada 2010, perusahaan pengolah udang baru 145 unit. Hanya saja, perusahaan pengolahan udang itu tidak semuanya berkapasitas besar. Thomas menghitung, sebanyak 50 perusahaan pengolahan baru yang berdiri pada 2011 merupakan usaha kecil dan menengah. "Omzet mereka rata-rata Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar per tahun," katanya. Di sektor budidaya, dari sekitar 300.000 hektare (ha) lahan tambak udang nasional, sebanyak 50% masih berada di wilayah pantai utara (Pantura) Jawa. Itulah sebabnya, Thomas berharap, pemerintah benar-benar merealisasikan rencana revitalisasi tambak udang seluas 70.000 ha di Pantura. Menurut Thomas, dengan revitalisasi tambak, pasokan bahan baku ke industri pengolahan udang terjamin dan jumlah perusahaan pengolahan juga meningkat. Bertambahnya jumlah perusahaan itu tentu akan menyerap banyak tenaga kerja. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: