KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor teh Indonesia mengalami lonjakan besar. Penyebabnya karena program tanam teh yang digerakkan pemerintah telah berkontibusi besar pada produksi dan kualitas teh saat ini. Badan Pusat Statistik mencatat, pada periode Januari hingga Agustus 2018, nilai ekspor teh mencapai US$ 5,31 juta atau naik 130,85% dari kinerja periode sama tahun lalu sebesar US$ 2,3 juta. Kenaikan ekspor tersebut dikonfirmasi Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia (DTI) Suharyo Husen yang menyatakan pasar Eropa, terutama Inggris dan Belanda, terlihat meningkatkan pembelian mereka pada teh berkualitas.
"Kita memang produksi teh kualitas, dan diminati sekali, organik, teh putih dan oolong tea dan kita yang dulu hanya ekspor bulk saja, sekarang juga yang berkualitas," kata Suharyo saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (27/9). Menurut Suharyo, saat ini permintaan teh kering dalam jumlah besar, alias bulk, tetap berdatangan dari Hong Kong, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapuran, Thailand dan Filipina. Umumnya pemesan dari negara tersebut akan menggunakan teh Indonesia untuk jadi campuran minuman dalam kemasan atau teh celup. Sedangkan pasar teh premium adalah ke Inggris, Belanda dan Amerika Serikat. Suharyo menyatakan kenaikan permintaan pasar ini terutama karena produktivitas teh Indonesia sudah jauh lebih baik. Tahun ini ia perkirakan, produksi akan mencapai 140.000 ton, yang mana sedikit lebih baik dari kinerja tahun lalu di 139.000 ton. Adapun, hingga semester pertama tahun ini, produksi telah mencapai 105.000 ton. "Kini produksi lebih baik karena sejak 2014 ada Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional, produksi meningkat, lahan tetap dipertahankan jangan sampai berkurang lagi dan industri mulai terbuka sangat membantu petani," jelas Suharyo. Menurutnya, sejak awal pada inisiasi gerakan tersebut, pemerintah menggelontorkan hingga Rp 93 miliar untuk memperbaiki lahan dan produktivitas petani teh. Dalam catatannya, luas lahan teh saat ini mencapai 117.000 hektar. Angka ini turun cukup lebar dari luas lahan pada tahun 2016 sebesar 140.000 ha.
Di sisi lain, Nugroho B. Koesnohadi, Ketua Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) mengkritisi lahan teh memang harus dijaga, apalagi Indonesia memiliki varietas teh yang unik dan konsumen memiliki spesifikasi pada cita rasanya yang khas. Oleh karena itu, ia berharap industri tidak tergiur melakukan impor teh dalam menambal kebutuhan teh mereka. "Produksi dalam negeri sebenarnya cukup. Tapi kalau tidak cukup, maka akan dilakukan impor. Godaan impor cukup menggiurkan karena harganya lebih murah seperti dari Vietnam, padahal kualitas mereka kurang baik," kata Nugroho. Menurutnya, kini harga teh hitam Indonesia berada di kisaran US$ 1,5 - 2 per kilogram, yang mana di pasar internasional sebenarnya tergolong murah karena harga teh di pasar internasional pernah mencapai US$ 3 per kg. Adapun harga teh Vietnam jauh di bawah harga saat ini sehingga mendorong industri minuman untuk melakukan impor demi menekan biaya produksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie