KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mencari cara menggenjot devisa masuk ke Indonesia, salah satunya dengan mendorong sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menggencarkan ekspor. Namun, pada praktiknya, para pelaku UMKM masih terhambat dalam melakukan aktivitas ekspor, terutama perihal biaya yang besar dan proses yang rumit. Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, mengatakan, sejatinya pelaku sangat mengapresiasi upaya pemerintah menggalakkan ekspor dari sektor UMKM.
"Tapi pemerintah selama ini tidak benar-benar melihat prosesnya seperti apa, hambatannya apa sehingga ekspor UMKM masih stagnan," kata Ikhsan kepada Kontan.co.id, Rabu (7/11). Ekspor UMKM, kata Ikhsan, sebenarnya sudah berjalan dalam ukuran yang kecil-kecil seperti melalui platform online. Namun, ekspor produk dalam volume yang besar masih sangat sulit dan mahal sehingga tak banyak pelaku yang tertarik melakukannya. Ikhsan menyebut, hambatan utama terletak pada pajak ekspor barang UMKM yang tinggi untuk volume yang besar. "Untuk barang kami yang kuantitasnya besar, pajak yang berlaku tetap 30%," pungkasnya. "Ini belum lagi nanti saat penerimaan di negara sana, pengirim dan penerima masih harus membayar lagi," lanjut dia. Selain itu, hambatan yang dirasakan pelaku UMKM ialah terkait perizinan ekspor. Ikhsan mengatakan, belum ada kebijakan jelas soal bagaimana UMKM bisa memperoleh izin ekspor layaknya korporasi-korporasi besar. "Ujungnya, kami harus bayar ke perusahaan sekitar Rp 3 juta-4 juta untuk ikut kirim barang ekspor bersama mereka," kata Ikhsan. Oleh karena itu, Ikhsan menilai, tidak ada harmonisasi antara imbauan dan kebijakan yang disediakan pemerintah untuk mendorong ekspor UMKM selama ini. "Secara teknis, kebijakannya tidak serasi antara satu lembaga kementerian dengan kementerian lainnya yang berkaitan," pungkasnya. Senada, Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira juga melihat belum terintegrasinya kementerian terkait dalam memberikan kemudahan bagi para eksportir.
"Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian masih punya ego sektoral, belum akur," ujar Bhima. Terus-menerus seperti ini, Ikhsan mengatakan, dorongan ekspor produk UMKM hanya akan berakhir menjadi imbauan semata. Pelaku pun berujung memilih pasar dalam negeri yang masih cukup luas dan memberi keuntungan besar. "Kita harus contoh China. Mereka mampu memproduksi dengan murah dan diberi banyak insentif dan kemudahan. Indonesia mampu juga memproduksi dengan murah, tapi belum mampu memperoleh pasar seluas-luasnya," tandas Ikhsan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto