JAKARTA. Berstatus sebagai primadona kopi dunia ternyata tak membuat Indonesia mampu mengembangkan kopi olahan di pasar ekspor. Para importir kopi dunia cenderung meminati kopi Tanah Air dalam bentuk biji kopi. Asal tahu saja, berdasarkan data Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI), pada tahun 2015 lalu, total produksi kopi Indonesia mencapai 600.000 ton dan sekitar 400.000 ton (66%) di antaranya diekspor. Pranoto Soenarto, Ketua Kompartemen Industri dan Spesialiti Kopi AEKI menyatakan, mayoritas kopi yang diekspor Indonesia saat ini adalah dalam bentuk biji kopi. Maklum, biji kopi mentah lebih mudah diterima pasar luar negeri ketimbang kopi yang sudah diolah di dalam negeri.
"Karena para importir kopi ini melindungi dan menjual merek kopi mereka, sehingga tidak mungkin tertarik membeli dan menyalurkan kopi Indonesia yang sudah bermerek," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Pranoto mengakui bahwa ekspor bahan mentah tidak menguntungkan bagi produsen karena rendahnya harga jual. Tetapi, cara tersebut menjadi satu-satunya upaya untuk mengalirkan hasil panen dari petani secara cepat. Menurutnya, kopi olahan yang memerlukan proses di pabrik pengolahan membutuhkan waktu tambahan dari petani ke tempat pengolahan sebelum sampai ke tangan importir. Apalagi, investasi untuk membangun pengolahan kopi cukup besar. Situasi semakin pelik untuk industri pengolahan kopi Tanah Air karena cara pengolahan dan penyajian kopi olahan di Indonesia belum tentu sesuai dengan lidah pembeli di pasar ekspor. Dia mencontohkan, penikmat kopi Malaysia lebih suka gorengan kopi hangus ditambah susu kental manis. Sayangnya, hal ini belum banyak diketahui produsen kopi olahan Tanah Air. Sekedar informasi, tahun ini, diprediksi jumlah kopi yang diekpor bakal menurunĀ sekitar 5% sampai 10% dari tahun lalu. Hal ini dipengaruhi makin tingginya permintaan dalam negeri. Di sisi lain, permintaan ekspor kopi dunia juga semakin meningkat akibat Brazil yang mengalami gagal panen akibat cuaca ekstrem. Hal ini seharusnya menjadi momentumĀ tepat bagi Indonesia untuk mulai berani mengekspor kopi olahan. Apalagi, sejak tahun lalu, Indonesia serius mengembangkan program kopi specialty guna memberikan nilai tambah kepada industri kopi dalam negeri. Panggah Soesanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemperin) menilai, ekspor kopi olahan dalam negeri harus terus ditingkatkan. Pasalnya, total ekspor kopi olahan dalam negeri hanya sekitar 30% dari total ekspor. Biar mudah diterima pasar, Panggah menyarankan agar kopi olahan yang akan diekspor sebaiknya dalam bentuk kopi instan yang telah dicampur dengan susu atau bahan lainnya. Makanya, dia meminta para eksportir kopi menginvestasikan dana untuk riset dan pengembangan guna meningkatkan keahlian dalam membuat campuran kopi sehingga menciptakan cita rasa baru yang sempurna dan disukai pasar luar negeri.
Panggah menilai, kopi asal Indonesia memiliki penggemar yang luas hampir dari seluruh negara di dunia. Hal tersebut tercermin dari setiap ajang pameran dan workshop soal kopi yang diikuti Indonesia di berbagai negera selalu banjir peminat. Makanya, Panggah optimistis kopi olahan juga dapat diterima pasar ekspor seperti biji kopi karena masih banyak peminat di pasar ekspor yang setiap tahun jumlahnya meningkat. "China tidak mempunyai budaya minum kopi, tapi sekarang mereka minum kopi sehingga mestinya peluang ini bisa digarap," katanya. Selain untuk ekspor produk olahan, industri olahan kopi di Tanah Air juga tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang juga semakin meningkat. Apalagi, saat ini, olahan kopi dalam negeri sudah sangat beragam. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini