KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurangan insentif pajak ekspor yang diumumkan oleh China pada Jumat lalu akan mendorong eksportir China untuk menaikkan harga dan melakukan renegosiasi kontrak dengan pembeli internasional, menurut analisis dari para pedagang dan analis. Keputusan tersebut akan mempengaruhi sejumlah produk mulai dari barang aluminium hingga minyak goreng bekas dan perlengkapan tenaga surya.
Pemotongan Insentif Pajak Ekspor oleh Beijing
Mulai 1 Desember mendatang, China akan mengurangi tarif rebate pajak ekspor untuk beberapa produk minyak olahan, fotovoltaik, baterai, dan beberapa produk mineral non-logam dari 13% menjadi 9%.
Beijing juga akan menghapus rebate pajak untuk produk aluminium dan tembaga, serta minyak dan lemak yang dimodifikasi secara kimiawi dari sumber hewan, tumbuhan, atau mikroba, termasuk minyak goreng bekas (UCO).
Baca Juga: China Mengakhiri Kebijakan Rebate Pajak Ekspor untuk Aluminium dan Tembaga Dampak Pemotongan Rebate untuk Aluminium dan Tembaga
Dengan pemotongan insentif pajak, eksportir produk aluminium menghadapi kenaikan biaya, yang diperkirakan akan mengurangi minat mereka untuk mengirimkan barang ke luar negeri. Sebagian besar produk aluminium yang diekspor oleh China akan terpengaruh oleh perubahan ini. Dari Januari hingga September tahun ini, China telah mengekspor 4,62 juta metrik ton produk aluminium yang akan terpengaruh oleh kebijakan baru ini. Meskipun negara-negara Barat sering menuduh China memberikan subsidi yang tidak adil untuk sektor aluminium dan baja mereka, pasar internasional kemungkinan masih membutuhkan pengiriman aluminium dari China, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi, untuk mengisi celah pasokan. Namun, trader aluminium yang berbasis di Singapura menyatakan bahwa harga domestik aluminium dapat turun 2-3% untuk mengimbangi kerugian yang dialami oleh eksportir.
Dampak pada Minyak Goreng Bekas (UCO)
Kebijakan ini juga berdampak pada eksportir minyak goreng bekas. Ye Bin, ketua eksportir UCO China, Sichuan Jinshang, mengatakan bahwa pengiriman UCO untuk bulan Desember mungkin akan ditunda atau dibatalkan karena perubahan kebijakan ini.
Baca Juga: Ini Alasan Taktik Penjualan Agresif Nvidia Jadi Sorotan Departemen Kehakiman AS Pembeli dan penjual akan berusaha untuk melakukan renegosiasi kontrak, yang dapat mempengaruhi kelancaran pasokan ke pasar internasional. Analisis dari Citi memperkirakan bahwa dampak pemotongan rebate pajak pada produk tembaga akan lebih kecil, mengingat volume ekspornya yang lebih kecil, sekitar 800.000 metrik ton per tahun. Beberapa produk tembaga bahkan diproduksi melalui layanan tolling, yang tidak akan terpengaruh oleh perubahan ini. Zhao Yongcheng, analis di Benchmark Minerals Intelligence, berpendapat bahwa langkah Beijing ini sebagian bertujuan untuk memastikan pasokan tembaga domestik yang cukup, sekaligus mendorong produsen untuk menggunakan bijih tembaga impor dalam pembuatan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Solar dan Produk Bahan Bakar: Dampak pada Margin Ekspor
Di sektor energi, pemotongan rebate pajak untuk produk bahan bakar datang pada saat China menghadapi kapasitas penyulingan yang berlebih dan permintaan domestik yang tidak stabil. Seorang pejabat minyak negara memperkirakan bahwa margin ekspor bahan bakar akan turun sebesar 200-300 yuan per ton, yang dapat menekan pendapatan pengolah minyak negara seperti Sinopec dan PetroChina.
Baca Juga: Ramalan Baba Vanga Bikin Merinding, Konflik Besar Terjadi di Eropa Tahun Depan! Hal ini diharapkan dapat membatasi ekspor bahan bakar dari China, yang mungkin mendukung margin pengolah bahan bakar di wilayah Asia lainnya.
Sementara itu, dalam sektor tenaga surya, yang sedang menghadapi kelebihan kapasitas, penurunan rebate pajak dapat menyebabkan kenaikan harga modul surya sebesar 0,02-0,03 yuan per watt bagi pembeli luar negeri. Meskipun demikian, harga modul surya China tetap akan kompetitif, karena biaya tersebut akan dialihkan kepada pengguna akhir di luar negeri.
Editor: Handoyo .