Eksportir tambang tegaskan ingin pengecualian L/C



JAKARTA. Pengusaha tambang masih merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah terkait kewajiban penerapan letter of credit (L/C) dalam pelaksanaan ekspor.

Sebab, pengusaha menginginkan pemerintah memberi pengecualian dari keharusan tersebut, bukan hanya mengakomodasi penangguhan L/C sampai habis kontrak.

Nico Kanter, Presiden PT Vale Indonesia Tbk mengatakan, selama ini dalam kegiatan ekspor produk nickelmatte menggunakan mekanisme pembayaran telegraphic transfer (TT). Perusahaannya menginginkan pengecualian penggunaan L/C lantaran selama ini sudah mematuhi instruksi pemerintah terkait pelaporan ekspor.


"Kami kan semua patuh aturan, pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang ada disini dan PEB di negara konsumen sudah dikonfirmasi, bahkan sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal harga jualnya," kata dia, Selasa (7/4).

Menurut dia, disiplin pelaporan ekspor yang dilakukan Vale tentunya sudah sesuai dengan tujuan pemerintah dalam menertibkan kegiatan ekspor. Dengan begitu, pihaknya tidak perlu lagi menggunakan L/C.

Selain itu, kontrak yang dilakukan Vale dengan konsumen nickelmatte sifatnya by take all. Dalam artian, induk usaha Vale di Kanada dan Jepang, maupun Sumitomo Corporation akan membeli seluruh produksi dari perusahaan.

"Kalau hanya penangguhan L/C itu sampai berapa lama, sementara kami kan kontraknya by take all, tidak ada masa jangka waktunya atau sampai izin produksi kami habis," jelas Nico.

Sekarang ini, pihaknya tengah berupaya meminta penjelasan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait permohonan perusahaannya agar tidak dikenakan kewajiban penggunaan L/C. "Kami inginnya pengecualiaan, bukan penangguhan," kata dia.

Dengan alasan yang sama, PT Freeport Indonesia juga meminta pemerintah memberikan pengecualian kewajiban L/C. Daisy Primayanti, Juru Bicara Freeport Indonesia mengatakan, telah melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) kepada Bank Indonesia secara rutin.

Pelaporan hasil penjualan tembaga olahan tanpa pemurnian tersebut juga dibarengi dengan pelaporan pemberitahuan ekspor barang (PEB) ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

"Kami mengajukannya karena selama ini telah secara teratur mematuhi kewajiban pelaporan DHE ke Bank Indonesia," kata Daisy.

Menurut Daisy, hal yang dilakukan perusahaannya tersebut sejatinya sudah cukup dalam menjaga akurasi data maupun transparansinya. "Kamu pun mendukung semangat pemerintah dalam mewujudkan transparansi dan akurasi informasi ekspor," imbuhnya.

Asal tahu saja, pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ketentuan Penggunaan L/C untuk Ekspor Barang Tertentu, mewajibkan kepada para eksportir untuk mengaplikasikan L/C mulai 1 April.

Di sisi lain, diterbitkan Permendag Nomor 26/2015 mengatur tata cara pengusaha untuk memperoleh kelonggaran kegiatan ekspor berupa pangguhan kewajiban penerapan L/C dan dapat tetap menggunakan mekanisme ekspor kontrak yang sebelumnya. Tapi, kelonggaran ini hanya berlaku sampai kontrak selain L/C berakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia