Electronic City memanggul beban berat rupiah



JAKARTa. Kondisi kurs rupiah yang tak kunjung menguat, memaksa PT Electronic City Tbk merevisi target pertumbuhan kinerja. Target pertumbuhan pendapatan perusahaan itu kini 5%-10%.

Dari target anyar itu saja, Electronic City memprediksikan hanya bisa memenuhi target minimal yakni tumbuh 5%. Padahal awal tahun 2015, penjual produk elektronik tersebut masih optimistis menargetkan pertumbuhan pendapatan di atas 10%.

Manajemen Electronic City menyebutkan, pelemahan rupiah membikin daya beli masyarakat turun. Di awal tahun, mereka masih memiliki asumsi dan harapan US$ 1 setara dengan Rp 13.000. Pada kenyataannya, kini, rupiah terus terpuruk. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, Senin (29/6), kurs berada Rp 13.356 per dollar AS.


Direktur PT Electronic City Indonesia Tbk Fery Wiriatmadja bilang, kondisi ekonomi tahun ini lebih buruk ketimbang 2008. Karena semua sektor terkena dampak. "Kalau 2008, kan, ritel dan konsumer masih bisa tahan tapi sekarang sektor ritel dan konsumer terlihat melambat," ujarnya, Senin (29/6).

Demi meminimalisasi dampak tekanan rupiah, Electronic City memutuskan mengerek harga jual produk 25%-30%. Namun, perusahaan berkode ECII di Bursa Efek Indonesia itu hanya akan mengerek harga untuk produk baru dan produk yang masih diproduksi oleh prinsipal.

Sementara harga jual produk-produk elektronik keluaran lama masih tetap dipertahankan. Alasan mereka, harga jual produk lama biasanya justru turun.

Manajemen Electronic City berharap strategi mengerek harga jual bisa menjaga margin kotor di kisaran 19%-20%. Dengan begitu, manajemen ECII masih berharap masih bisa mencetak pertumbuhan laba bersih 5%-6% tahun ini.

Sisa target tiga gerai

Tak cuma merevisi target pertumbuhan kinerja, Electronic City juga menilik ulang rencana ekspansi. Semula ECII berencana menambah tujuh gerai. Hingga Mei 2015, empat gerai baru sudah direalisasikan. Jadi, Electronic City masih menyisakan target penambahan tiga gerai lagi.

Namun, kini manajemen Electronic City tengah mempertimbangkan ulang rencana penambahan tiga gerai terssebut. "Ini bisa kami buka di semester II ataupun tahun depan, tergantung situasi ekonomi kita," ungkap Fery.

Padahal manajemen Electronic City sudah menganggarkan dana belanja mdoal alias capital expenditure untuk kebutuhan menambah gerai. Total belanja modal tahun ini sekitar Rp 200 miliar.

Sumber dana belanja modal tersebut dari duit perolehan initial public offering (IPO). Berdasar pengumuman Electronic City di situs BEI, sisa dana IPO per Desember 2014 masih sebesar Rp 595,79 miliar. Adapun total dana IPO Electronic City pada 2013 adalah Rp 1,34 triliun.

Hanya saja dana belanja modal tahun ini, tak cuma untuk menambah gerai. Electronic City ingin memakai sebagian itu untuk merenovasi gerai dan meningkatkan sistem teknologi informasi.

Direktur PT Electronic City Tbk Made Agus Dwiyanto menjelaskan, biaya membuka gerai baru dan merenovasi gerai lama, hampir sama besar. Hitungannya, Electronic City membutuhkan biaya

Rp 4 juta–Rp 5 juta per meter persegi (m²). Sementara luas area gerai sekitar 600 m²–2.500 m². "Kira-kira investasi paling mahalnya Rp 12,5 miliar per gerai," ujar Made.

Tahun ini, Electronic City ingin merenovasi tujuh gerai. Di semester I-2015, renovasi enam gerai sudah terealisasi. Lantas, sisa renovasi satu gerai akan dilakukan semester II. Lokasi gerai ada di Medan, Sumatera Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto