Elektronik tidak ramah lingkungan harus kena cukai



JAKARTA. Langkah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melarang penggunaan Bahan Perusak Ozon (BPO) untuk produk-produk elektronik yang tidak ramah lingkungan disambut baik oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo. Menurutnya hal itu akan mengurangi dampak perusakan lingkungan dan juga bagus untuk kesehatan konsumen selaku pengguna produk.

Hanya saja menurut Sudaryatmo, agar kebijakan tersebut efektif pemerintah harus mengenakan cukai terhadap produk elektronik yang masih memiliki kandungan BPO. "Pengenaan cukai akan menyebabkan harganya lebih tinggi dan pembelinya akan berkurang," sarannya.

Bahkan kata Sudaryatmo, kebijakan pengenaan cukai untuk produk-produk yang tidak ramah lingkungan sudah banyak diterapkan oleh negara lain. “Mereka tidak hanya menyasar produk yang merusak kesehatan saja, tetapi juga yang merusak lingkungan,” katanya.


Ia menilai, di negeri ini, cukai hanya dikenakan untuk produk minuman keras dan rokok saja. Padahal dengan pengenaan cukai para produk yang tidak ramah lingkungan, selain mendorong pelaku usaha untuk membuat produk yang lebih baik, juga dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai.

Selain itu, pemerintah bisa memberikan keringanan pengenaan cukai bisa untuk produk-produk yang menggunakan bahan baku lokal, di produksi di dalam negeri, dan mayoritas saham dimiliki oleh perusahaan lokal.

Seperti diketahui bahwa KLH mengeluarkan kebijakan untuk pelaku industri seperti produsen elektronik, untuk tidak menggunakan BPO chlorofluorocarbon(CFC). Di mana produsen harus menggunakan BPO non CFC berjenis R32 dari sebelumnya R22 maksimal pada 31 Desember 2014. Kewajiban penggunaan non CFC tersebut juga diikuti oleh kebijakan larangan penggunaan hydrochlorofluorocarbon (HCFC) mulai Januari 2015.

Dasar hukum dari larangan penggunaan produk CFC sampai HCFC terdapat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2005 tentang ratifikasi amandemen Montreal. Sesuai roadmap dari Perpres tersebut, Indonesia harus mulai mengurangi penggunaan HCFC pada Januari tahun 2015 dengan porsi pengurangan  HCFC di setiap perusahaan 10% dan mayoritas pengurangan produk HCFC sebesar 97,5% pada tahun 2030.

Menurut Kementerian KLH, saat ini baru ada 11 perusahaan yang berkomitmen mengikuti kebijakan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan