Eliezer Dihukum Demosi Setahun, Apa Itu Demosi? Apa Saja Kode Etik Polri?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Richard Eliezer mendapat hukuman demosi di sidang kode etik Polri. Apa itu demosi? Apa saja kode etik Polri?

Diberitakan Kompas.com, hasil sidang kode etik Richard Eliezer memutuskan bahwa terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) itu tidak dipecat. Sidang kode etik Eliezer digelar Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri di Gedung TNCC, Mabes Polri secara tertutup pada Rabu (22/2/2023) pukul 10.00 WIB.

"Sesuai pasal 12 ayat 1 PP Nomor 1 2003 maka Komisi Kode Etik Kepolisian (KKEP), selaku pejabat yang berwenang, memberikan pertimbangan berpendapat bahwa terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk berada di dinas Polri," tutur Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, dilansir dari Kompas.com (22/2/2023).


Meskipun tidak dipecat, Eliezer dikenakan sanksi etika dan demosi selama 1 tahun. Selama masa demosi, Richard Eliezer ditempatkan di satuan Pelayanan Mabes (Yanma) Polri.

"Demosi di fungsi Yanma. Jadi dalam masa 1 tahun yang bersangkutan ditempatkan di tamtama Yanma Polri," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu sore.

Baca Juga: Richard Eliezer Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara, Kejagung Pastikan Tak Banding

Lantas apa itu demosi?

Demosi adalah

Dilansir dari Kompas.com (2022), Malay S. P. Hasibuan dalam Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah (2010) mengatakan bahwa demosi adalah perpindahan karyawan dari suatu jabatan ke jabatan lebih rendah di dalam suatu organisasi, wewenang, tanggung jawab, pendapatan, serta status.

Dengan begitu, seseorang yang mendapatkan demosi akan memperoleh wewenang, tanggung jawab, dan pendapatan yang lebih rendah dari sebelumnya.

Demosi diberikan dengan tujuan untuk memacu semangat karyawan. Namun, demosi bisa juga digunakan sebagai sanksi yang diberikan oleh instansi kepada karyawannya.

Demosi Polri adalah

Serupa dengan pengertian demosi secara umum, demosi Polri adalah salah satu bentuk sanksi. Mengacu pada Pasal 1 angka 24 Peraturan Kapolri Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri, demosi adalah mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.

Selanjutnya, pada Pasal 66 ayat (5) Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri disebutkan bahwa demosi sebagai hukuman disiplin. "Hukuman disiplin berupa mutasi yang bersifat demosi, dapat dijatuhkan kepada terduga pelanggaran yang menduduki jabatan struktural maupun fungsional untuk dimutasikan ke jabatan dengan eselon lebih rendah, termasuk tidak diberikan jabatan (non job)," bunyi pasal tersebut.

Terdapat beberapa jenis tindakan anggota Polri yang bisa dijatuhi demosi sebagaimana tertulis dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 9 Tahun 2021. Berikut ini adalah beberapa tindakan anggota Polri yang bisa dijatuhi hukuman demosi:

1. Perbuatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Rekomendasi sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

2. Perbuatan menghilangkan senjata api

Tindakan ini bisa dijatuhi sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau membayar ganti rugi.

3. Penganiayaan sesama anggota polisi atau masyarakat

Sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

4. Menjadi anggota atau pengurus partai

Rekomendasi sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

5. Pelanggaran HAM

Dijatuhi sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

6. Membocorkan rahasia negara

Serupa, tindakan ini bisa disanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

7. Pelanggaran sumpah

Perbuatan ini dapat dijatuhi sanksi rekomendasi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

8. Menurunkan kehormatan dan martabat negara

Anggota Polri yang melakukan perbuatan ini juga bisa dijatuhi sanksi berupa mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

9. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan NKRI.

Perbuatan ini dijatuhi rekomendasi sanksi berupa rekomendasi mutasi demosi sekurang-kurangnya 1 tahun atau PTDH.

Kode etik Polri

Polisi dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi kode etik Polri. Pelanggaran terhadap kode etik Polri bisa dikenakan hukuman.

Kode etik Polri dipaparkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara (Perkap) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam aturan itu terdapat 4 lingkup kode etik Polri. Pertama yakni etika kenegaraan. Maksudnya adalah sikap moral Anggota Polri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kebhinekatunggalikaan.

Kedua adalah etika kemasyarakatan, yakni sikap moral anggota Polri yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.

Ketiga adalah etika kelembagaan. Maksudnya adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya.

Keempat adalah etika kepribadian, yakni sikap perilaku perseorangan anggota Polri dalam kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kode etik Polri lingkup kenegaraan

Berdasarkan Perkap No 14 Tahun 2011, kode etik Polri di lingkup kenagaraan yakni, wajib:

a.    setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.    menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia

c.    menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI; d.    menjaga terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinekatunggalikaan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat; e.    mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; f.    memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih, bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g.    membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara dan pejabat negara dalam pelaksanaan tugas; dan h.    bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.

Kode etik Polri lingkung kelembagaan

Berdasarkan Perkap No 14 Tahun 2011, kode etik Polri di lingkung kelembagaan terdiri dari:

1. Setiap Anggota Polri wajib: a.    setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya; b.    menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri; c.    menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural; d.    melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan profesionalisme Kepolisian; e.    menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakan KEPP; f.    mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas; g.    menyelesaikan tugas dengan saksama dan penuh rasa tanggung jawab; h.    memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan; i.    menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas; j.    melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin dan KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan kewenangan; k.    melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

l.    menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan; m.    mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan; n.    mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan tugas; dan o.    mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada Ankum atau Atasan Ankum berkenaan dengan keputusan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

2. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib: a.    menunjukan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance); b.    menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan c.    segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan.

3. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib: a.    melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam pelaksanaan tugas; b.    melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya; c.    menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan d.    melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah.

4. Sesama Anggota Polri wajib: a.    saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas; b.    bekerja sama dalam rangka meningkatkan kinerja; c.    melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara langsung kepada pejabat yang berwenang; d.    menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip saling menghormati;

e.    saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas

Kode etik Polri lingkup kemasyarakatan

Setiap Anggota Polri wajib: a.    menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia; b.    menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum; c.    memberikan pelayanan kepada masyarakat  dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d.    melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana  yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas. e.    memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f.    menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.

Kode etik Polri lingkup kepribadian

Setiap Anggota Polri wajib: a.    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b.    bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja sama, adil, peduli, responsif, tegas, dan humanis; c.    menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum; d.    menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara santun; dan e.    melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.

Larangan kode etik Polri di lingkup kenegaraan

Setiap Anggota  Polri dilarang: a.    terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.    terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah; c.    menjadi anggota atau pengurus partai politik; d.    menggunakan hak memilih dan dipilih; dan/atau e.    melibatkan diri pada kegiatan politik praktis

Larangan kode etik polri di lingkup kelembagaan

(1)    Setiap Anggota Polri dilarang: a.    melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi; b.    mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga; c.    menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau pribadi Anggota Polri kepada pihak lain; d.    menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat

e.    menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan; f.    mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan g.    melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)    Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang: a.    memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan b.    menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab.

(3)    Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang: a.    melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang tidak sopan; dan b.    menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.

(4)    Sesama Anggota Polri dilarang: a.    saling menista dan/atau menghina; b.    meninggalkan Anggota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan tugas; c.    melakukan tindakan yang diskriminatif; d.    melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana; dan e.    berperilaku kasar dan tidak patut.

Larangan kode etik Polri di lingkup kemasyarakatan

Setiap Anggota Polri dilarang: a.    menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; b.    mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c.    menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat; d.    mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat; e.    bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang; f.    mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan; g.    melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau h.    membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Larangan kode etik Polri di lingkup kepribadian

Setiap Anggota  Polri dilarang: a.    menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah; b.    mempengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinannya; c.    menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau d.    menjadi pengurus dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri

Sanksi pelanggaran kode etik Polri

Perkap No 14 Tahun 2011 juga mengatur tentang bentuk hukuman yang dapat diberikan kepada anggota polisi yang melanggar kode etik Polri. Pasal 22 menyatakan "Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i."

Sedangkan sanksi administratif pelanggaran kode etik Polri berupa rekomendasi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Itulah kewajiban, larangan dan sanksi dalam kode etik Polri. Semoga tragedi Kanjuruhan tidak terulang di tempat lain dan polisi semakin profesional dalam bertugas.

Itulah pengertian hukuman demosi yang telah dijatuhkan untuk Richard Eliezer beserta kode etik anggota Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto