KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat belum pernah menyaksikan megadonor seperti Elon Musk, orang terkaya di dunia yang kini menjadi kekuatan besar dalam pemilu presiden 2024. Pada Kamis lalu, CEO Tesla ini mengadakan acara town hall di Pennsylvania, negara bagian kunci yang sangat menentukan dalam kontestasi politik ini. Musk tidak hanya berjanji untuk menggelar lebih banyak acara guna mendukung kampanye mantan Presiden Donald Trump, tetapi juga telah menyuntikkan setidaknya US$75 juta ke dalam super PAC pro-Trump, America PAC.
Peran America PAC dalam Kampanye Trump
America PAC, kelompok yang dibentuk oleh Musk, bahkan menawarkan insentif finansial kepada para pendukung untuk mendapatkan tanda tangan di petisi dukungan Trump.
Baca Juga: Kapitalisasi Pasar Bitcoin Tembus US$1,35 Triliun, Ungguli Ethereum Dengan setiap tanda tangan, kelompok ini mendapatkan data berharga tentang pemilih potensial di negara-negara bagian yang dapat mengayunkan hasil pemilu, seperti Pennsylvania. Pada Jumat, Musk meningkatkan tawaran tersebut dengan menjanjikan US$100 untuk setiap pemilih Pennsylvania yang didaftarkan. Peran Musk ini menjadikannya sebagai megadonor yang sangat berpengaruh dalam pemilu 2024. Meskipun tidak menjadi penyumbang terbesar, gelar ini dipegang oleh pewaris perbankan Timothy Mellon, yang telah menyumbangkan US$165 juta untuk mendukung Trump dan Robert F. Kennedy Jr. Musk menonjol di antara para orang terkaya di dunia karena keterlibatannya yang lebih aktif dan langsung dalam politik.
Musk Berbeda dengan Pendahulunya
Sebagai salah satu orang terkaya di dunia, Musk mengambil pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendahulunya seperti Bill Gates, Jeff Bezos, dan Warren Buffett, yang cenderung lebih berhati-hati dalam menginvestasikan kekayaannya ke dalam politik. Warren Buffett, misalnya, meskipun pernah menjadi orang terkaya di dunia, selalu memilih untuk tidak terlibat dalam super PAC. Buffett secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya dengan arah demokrasi yang terlalu dipengaruhi oleh uang besar dalam pemilu, sebuah sikap yang sangat berbeda dengan apa yang dilakukan Musk saat ini.
Baca Juga: Elon Musk Peringatkan Kebangkrutan Amerika, Ini Alasannya Musk sendiri telah berubah secara signifikan. Sebelum siklus pemilu ini, donasi politik terbesar yang pernah dia berikan hanya sebesar US$75.000 kepada "Californians for Clean Alternative Energy" pada tahun 2006. Namun, kontribusinya pada tahun 2024 sudah melebihi angka itu dengan jumlah lebih dari 1.000 kali lipat.
X (Twitter) sebagai Alat Politik Musk
Salah satu cara unik yang digunakan Musk untuk membentuk lanskap politik adalah melalui platform media sosial X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang dia miliki. Dengan akun yang memiliki sekitar 202 juta pengikut, Musk telah menjadi suara vokal dalam menyebarkan pandangan politiknya. Dia juga mengangkat kembali akun Donald Trump serta berbagai tokoh sayap kanan lainnya yang sebelumnya dilarang dari platform tersebut. Langkah-langkah ini mengukuhkan Musk sebagai kekuatan politik yang berbeda dari miliarder lainnya. Jika Bill Gates, Jeff Bezos, dan Warren Buffett lebih fokus pada kebijakan sosial atau filantropi, Musk memilih untuk menggunakan pengaruhnya secara langsung dalam politik praktis, menciptakan dinamika baru dalam dunia pendanaan politik Amerika Serikat.
Super PAC dan Pengaruh Besar Uang di Politik
Keputusan Mahkamah Agung AS pada tahun 2010 dalam kasus Citizens United membuka pintu bagi super PAC untuk mengumpulkan dan menghabiskan uang tanpa batas guna memengaruhi hasil pemilu. Sejak saat itu, kekhawatiran tentang bagaimana orang-orang terkaya di dunia dapat mempengaruhi pemilu semakin meningkat.
Baca Juga: Craig Wright Tak Terima Kekalahan, Layangkan Gugatan Besar Lagi Soal Bitcoin Elon Musk, dengan pendekatannya yang sangat berbeda dari rekan-rekannya yang pernah menjadi orang terkaya di dunia, kini memainkan peran utama dalam mengarahkan arah politik Amerika. Dengan kekayaan yang sangat besar dan kendali atas platform media sosial besar seperti X, Musk bukan hanya menyumbang secara finansial, tetapi juga menggunakan alat dan pengaruh bisnisnya untuk membentuk opini publik dan hasil pemilu 2024.
Editor: Handoyo .