JAKARTA. Kendati belum mampu melenting lagi ke level US$ 1.600-an, emas mulai bangkit. Di pasar berjangka New York, harga logam mulia ini menguat 0,73% menjadi US$ 1.571,2 per troy ounce (toz), Jumat (25/5). Yang menarik, penguatan emas di ujung pekan lalu bersamaan dengan kenaikan indeks dollar Amerika Serikat (AS). Indeks AS ditutup menguat di level 82,402. Padahal, lazimnya, pergerakan emas dan dollar AS berlawanan. Analis memperkirakan, harga emas kembali terkerek karena pelaku pasar mulai mendiversifikasi risiko dengan mengalihkan sebagian aset dari ekuitas ke emas.
"Dua pekan lalu, emas sudah cukup rendah di US$ 1.533 sehingga ada aksi beli di harga terendah (buying on dips)," ujar Daru Wibisono, analis senior Monex Investindo Futures. Kepemilikan emas fisik di SPDR Gold Trust, salah satu perusahaan perdagangan emas berjangka terbesar di dunia, akhir pekan lalu naik menjadi 1.270,26 metrik ton. UBS AG juga melaporkan, tingkat permintaan emas di negara-negara Asia di luar India cukup baik, sedangkan di Eropa yang notebene masih dibekap krisis, ketertarikan masih ada. Namun, melihat analisis teknikal, alat investasi klasik ini masih berisiko turun. Indikator Moving Average dan Stochastic mingguan terkonfirmasi berada dalam tren turun (downtrending). “Berarti reli harian akan terbatas. Belum bisa dibilang kenaikannya untuk tren jangka panjang,” jelas Daru.