Emas Dilanda Profit Taking, Simak Prospeknya hingga Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas kian diburu setelah tekanan suku bunga berkurang. Prospek emas dinilai cerah karena kebutuhannya meningkat.

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, harga emas akan terdorong sentimen positif kenaikan suku bunga yang lebih lambat. Di sisi lain, sifatnya yang aman kian menjadi perburuan di tengah potensi resesi global.

Suku bunga naik pada level yang lebih rendah akan membuat pamor dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil (yield) obligasi turun. Situasi melemahnya dolar AS dan obligasi itulah yang bisa memberi ruang penguatan bagi emas.


Sebagai gambaran, ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih lambat saja telah membuat emas berkilau. 

Baca Juga: Laju Kenaikan Suku Bunga Melambat, Harga Emas Siap Terbang ke Level Tertinggi Baru

Mengutip Bloomberg, harga emas spot melesat 5,72% sepanjang bulan Januari ke US$ 1.928,36 per ons troi. 

Dan benar saja, kenaikan suku bunga sesuai konsensus pasar. The Fed mengerek suku bunga hanya sebesar 25 basis poin (bps) ke level 4,5% - 4,75% pada 1 Februari 2023.

Alhasil, keputusan suku bunga membuat dolar dan yield obligasi AS berbalik menguat (rebound). Tetapi, penguatan lanjutan dolar dan obligasi AS ini bukanlah pemicu terkoreksinya harga emas.

Alwi menilai, emas yang bolak-balik terkoreksi pasca kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 bps, lebih dikarenakan aksi ambil untung (profit taking). Saat ini wajar terjadinya profit taking karena emas menyentuh level tertinggi dalam 9 bulan terakhir.

Dengan kenaikan suku bunga yang lambat artinya memberi kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi global. Situasi ini bisa memulihkan permintaan emas dari negara-negara seperti China.

Alwi bilang, sekitar 1,135 ton emas dibeli selama tahun 2022. Angka itu menjadi rekor pembelian terbesar dalam 55 tahun terakhir. People Bank of China (PBoC) jadi pembeli teraktif yakni sekitar 20% dari total.

Ada pula bank sentral lainnya yang membeli emas di antaranya Turki, India, Uzbekistan. 

"Permintaan dari bank sentral akan menopang harga emas ke depan," ujar Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/2).

Alwi memproyeksikan tingkat suku bunga The Fed diperkirakan akan mencapai puncak di Juni pada level 4,89%. Kemudian, Bank sentral AS tersebut bakal memangkas suku bunga di bulan Desember.

Keputusan The Fed kemudian bakal disambut aksi serupa oleh Bank sentral dunia lainnya seperti European Central Bank (ECB) ataupun Bank of England (BoE).

"Tidak ada lagi kenaikan suku bunga, maka tidak akan menghambat harga emas seperti di tahun lalu," imbuh Alwi.

Menurut Alwi, ketika bank sentral melonggarkan suku bunga, hal ini menjadi momentum emas bisa mencetak rekor diatas level US$ 2.078 per ons troi. Fed Funds Rate (FFR) akan mencapai puncak di level 4,89% pada Juni, lalu dipangkas menjadi 4,39% di desember 2023.

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini (3/2) Ambleg, Selisih dengan Buyback Rp 101.000!

Level harga emas bahkan diyakini bisa tembus ke kisaran US$ 2.100 per ons troi, pada kuartal ketiga 2023. Ini artinya emas diperkirakan memiliki rekor harga tertinggi baru atau All Time High (ATH). 

Kalaupun, masih ada nada hawkish dari The Fed sebenarnya emas masih mampu bertahan kuat. Hal ini berkaitan dengan sifat emas sebagai aset lindung nilai (safe haven) di saat adanya potensi resesi global dari aksi kerek suku bunga.

Seperti saat ini perang Rusia-Ukraina berdampak pada perburuan emas sebagai Safe Haven. Aset dolar Rusia juga tengah dibekukan sebagai tindakan penghakiman atas pemicu perang.

"Jadi kebutuhan safe haven masih tinggi pula bagi emas, tambah Alwi.

Alwi sangat menyarankan emas sebagai aset pilihan investasi. Setidaknya, emas menjadi investasi jangka panjang minimal 5 tahun-10 tahun karena bukan juga instrumen yang menawarkan imbal hasil.

Dia memproyeksikan harga emas spot akan berkisar US$ 2.078 per troi ons - US$ 2.100 per troi ons.

Sementara, harga bagi emas batangan Antam di kisaran Rp 1.056 juta dengan harga buyback di sekitar Rp 880.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi