Emas masih jadi jawara pilihan safe haven



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sinyal Bank Sentral Amerika Serikat (AS/The Fed) yang semakin kuat bakal memangkas suku bunga acuannya (FFR) di akhir bulan ini, membuat investor perlu cermat dalam mengatur strategi investasinya. Hal ini penting, selain agar tidak salah langkah, juga untuk menghindari risiko kerugian yang lebih luas.

Biasanya, pasar cenderung akan memilih masuk ke aset safe haven atau lindung nilai, seperti emas, dollar AS, Yen Jepang, hingga emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam).

Asal tahu saja, pekan lalu Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell secara jelas menunjukkan sinyal bahwa pihaknya bakal memangkas suku bunga acuannya (FFR) di akhir Juli.


Hal ini berkaca dari perkembangan negosiasi Perang Dagang AS dan China yang belum kelihatan ujungnya, serta inflasi AS yang cenderung rendah.

Namun, usai menunjukkan sinyal tersebut, data inflasi AS justru tumbuh di atas ekspektasi pasar ke level 0,1% di Juni 2019. Namun, pasar cenderung masih optimistis The Fed tetap akan memangkas suku bunga acuannya di akhir bulan ini. Selain itu, indeks harga konsumen inti juga tercatat tumbuh menjadi 0,3%.

Direktur Utama Avrist Asset Management Hanif Mantiq menilai pilihan safe haven yang menarik saat ini masih pada emas. Sedangkan untuk aset lindung nilai dalam bentuk valuta asing (valas) seperti USD dinilai kurang menarik karena sinyal kebijakan The Fed untuk memangkas suku bunga acuannya.

"Emas lebih menarik, karena USD diperkirakan akan melemah akibat rencana The Fed untuk memangkas suku bunga acuannya," jelas Hanif kepada Kontan.co.id, Minggu (14/7).

Apalagi, di optimistis hingga tahun depan kenaikan harga emas masih akan berlanjut. Sehingga, bagi yang ingin berinvestasi bisa menyisihkan 5%-10% dananya untuk berinvestasi emas.

Dengan besarnya kemungkinan The Fed bakal memangkas suku bunga acuannya, maka ada potensi bagi kurs EUR perkasa terhadap USD, usai keputusan diumumkan.

Sedangkan kalau harus membandingkan safe haven USD dengan JPY, Hanif menilai pergerakan harga USD jauh lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto