KONTAN.CO.ID - Serangan misil Korea Utara yang melintasi langit Jepang pada pagi tadi (29/8) rupanya berhasil mengerakkan pasar untuk mengalihkan investasinya pada aset lindung nilai. Beberapa macam aset yang dinilai aman seperti emas, yen dan euro terlihat mengalami penguatan harga dibanding hari sebelumnya. Mengutip Bloomberg, Selasa (29/8) pukul 18.45 wib harga emas kontrak pengiriman Desember 2017 di Commodity Exchange tercatat menguat 0,83% ke level US$ 1.326,20 per ons troi. Sedangkan jika dibandingkan harga sepekan sebelumnya harga emas telah menguat 2,73%. Begitu juga dengan mata uang yen dan euro. Yen berhasil unggul dihadapan mata uang utama dunia lainnya seperti euro, poundsterling dan dollar AS. Sedangkan euro berhasil mengungguli poundsterling dan dollar AS, tetapi masih tertunduk di hadapan yen. “Yang paling direkomendasikan sebenarnya emas karena ia merupakan aset lindung nilai yang gambang dijual” ujar Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada KONTAN, Selasa (29/8). Meski banyak yang memburu yen, tetapi Deddy tetap lebih condong memilih emas. Selain lebih mudah dijual menurutnya penguatan yen tidak berimbas positif bagi sektor industri Jepang. Sebagai negara eksportir kalau mata uangnya terlalu menguat imbasnya pasti barang-barang ekspor nilainya akan lebih mahal. Pemerintah Jepang sendiri saat ini juga tidak menginginkan mata uangnya menjadi terlalu tinggi. Rekomendasi yang sama juga disampaikan oleh Alwi Assegaff, Analis PT Global Kapital Investama Berjangka. Ia pun memilih emas untuk menjadi aset lindung nilai ditengah ketegangan di semenanjung Korea saat ini. “Kalau emas masih akan diuntungkan oleh berbagai moment lain seperti perayaan Diwali di India dan Imlek di China,” paparnya. Sementara terkait pilihan yen sebagai aset lindung nilai kata Alwi hal tersebut tidak terlalu menguntungkan. Sebagai mata uang carry trade yang biasanya yen akan dilepas ke pasar saham dengan harapan bisa menuai selisih bunga. Namun ketika kondisi pasar saham sedang jatuh seperti saat ini itu hal itu akan sia-sia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Emas masih menjadi aset aman favorit, kenapa?
KONTAN.CO.ID - Serangan misil Korea Utara yang melintasi langit Jepang pada pagi tadi (29/8) rupanya berhasil mengerakkan pasar untuk mengalihkan investasinya pada aset lindung nilai. Beberapa macam aset yang dinilai aman seperti emas, yen dan euro terlihat mengalami penguatan harga dibanding hari sebelumnya. Mengutip Bloomberg, Selasa (29/8) pukul 18.45 wib harga emas kontrak pengiriman Desember 2017 di Commodity Exchange tercatat menguat 0,83% ke level US$ 1.326,20 per ons troi. Sedangkan jika dibandingkan harga sepekan sebelumnya harga emas telah menguat 2,73%. Begitu juga dengan mata uang yen dan euro. Yen berhasil unggul dihadapan mata uang utama dunia lainnya seperti euro, poundsterling dan dollar AS. Sedangkan euro berhasil mengungguli poundsterling dan dollar AS, tetapi masih tertunduk di hadapan yen. “Yang paling direkomendasikan sebenarnya emas karena ia merupakan aset lindung nilai yang gambang dijual” ujar Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures kepada KONTAN, Selasa (29/8). Meski banyak yang memburu yen, tetapi Deddy tetap lebih condong memilih emas. Selain lebih mudah dijual menurutnya penguatan yen tidak berimbas positif bagi sektor industri Jepang. Sebagai negara eksportir kalau mata uangnya terlalu menguat imbasnya pasti barang-barang ekspor nilainya akan lebih mahal. Pemerintah Jepang sendiri saat ini juga tidak menginginkan mata uangnya menjadi terlalu tinggi. Rekomendasi yang sama juga disampaikan oleh Alwi Assegaff, Analis PT Global Kapital Investama Berjangka. Ia pun memilih emas untuk menjadi aset lindung nilai ditengah ketegangan di semenanjung Korea saat ini. “Kalau emas masih akan diuntungkan oleh berbagai moment lain seperti perayaan Diwali di India dan Imlek di China,” paparnya. Sementara terkait pilihan yen sebagai aset lindung nilai kata Alwi hal tersebut tidak terlalu menguntungkan. Sebagai mata uang carry trade yang biasanya yen akan dilepas ke pasar saham dengan harapan bisa menuai selisih bunga. Namun ketika kondisi pasar saham sedang jatuh seperti saat ini itu hal itu akan sia-sia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News