Emas mulai tertekan setelah tembus US$ 1.200



JAKARTA. Harga emas terseret oleh penguatan dollar AS setelah Gubernur The Fed Janet Yellen menyatakan peluang kenaikan suku bunga tahun ini. Kenaikan permintaan emas menjelang Imlek gagal menahan koreksi harga.

Mengutip Bloomberg, Kamis (19/1) pukul 18.00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Februari 2017 di Commodity Exchange tergerus 0,81% ke level US$ 1.202,3 per ons troi dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, emas menguat 0,2%.

Alwi Assegaf, Analis PT SoeGee Futures memaparkan, koreksi pada harga emas terbilang wajar mengingat penguatan harga sudah terjadi dalam tiga minggu terakhir. Emas bahkan telah menembus level psikologis di US$ 1.200 per ons troi dan sekaligus level tertinggi sejak November 2016.


Alwi pun menyatakan jika koreksi harga emas dipicu oleh penguatan dollar AS setelah pidato Yellen. Dalam pidatonya, Yellen mengatakan jika pertumbuhan ekonomi AS telah mendekati target. Angka tenaga kerja tumbuh maksimal dan harga barang kebutuhan terlihat stabil. "Secara bertahan The Fed akan mengurangi kebijakan akomodatif. Pernyataan Yellen bernada hawkish," tuturnya.

Padahal dollar AS sempat tertekan lantaran pada pidato pekan lalu Trump tidak memberi penjelasan arah kebijakan fiskal. Hal ini yang membuat harga emas menguat ke atas US$ 1.200. Namun dengan adanya prospek kenaikan suku bunga The Fed, maka laju emas akan terus terbebani.

Permintaan emas menjelang hari raya Imlek di akhir bulan ini kemungkinan terus meningkat. Sayangnya, fokus pasar tertuju pada peluang kenaikan suku bunga AS. Maka, data - data ekonomi AS akan lebih diperhatikan pasar.

Pada bulan Maret mendatang, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan menyerahkan artikel 50, yakni perjanjian untuk memulai proses negosiasi Brexit kepada parlemen. Hal ini bisa kembali memicu kekhawatiran pasar sehingga menjadi peluang harga emas menguat pada kuartal pertama. Tetapi kenaikan tidak akan signifikan karena masih ada bayang - bayang suku bunga The Fed.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie