Emas terserempet kebijakan The Fed



JAKARTA. Meski hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) sesuai prediksi pasar, namun efeknya pada harga emas terlihat jelas.

Kemarin (15/6), per pukul 18.38 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus 2017 di Commodity Exchange melorot 1,40% menjadi US$ 1.258,10 per ons troi. Ini merupakan penurunan harian paling dalam selama sepekan terakhir. Harga emas turun gara-gara kebijakan The Fed.

Sekadar mengingatkan, The Fed mengerek suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ke kisaran 1%1,25%. Bank sentral AS ini juga mengindikasikan suku bunga akan naik satu kali lagi tahun ini. Padahal di awal perdagangan, emas sempat unggul lantaran AS mencetak deflasi sebesar 0,1% bulan lalu. Padahal di bulan April negara ini masih mencatat inflasi 0,2%.


Namun karena perhatian pasar tertuju pada FOMC, hal tersebut tak mempengaruhi dollar AS. Harga emas masih bakal tertekan dalam waktu dekat. Sebab data-data ekonomi AS yang terbaru positif. Misal, klaim pengangguran di pekan yang berakhir 9 Juni cuma 237.000, lebih rendah ketimbang prediksi 241.000 klaim.

Hal ini bisa membuat dollar AS menguat, sehingga harga emas merosot.

Kenaikan permintaan

Meski harga emas cenderung melemah beberapa pekan belakangan, analis menilai harga emas masih bisa kembali menguat. Ada beberapa sentimen positif yang bisa mendorong naik harga emas.Pertama, potensi pelemahan dollar AS.

"Pasar semakin meragukan prospek pertumbuhan ekonomi AS di bawah kepemimpinan Donald Trump dan ini menguntungkan emas," kata Research & Analyst Finex Berjangka Nanang Wahyudin, kemarin.

Kedua, permintaan emas fisik di India meningkat dalam sepekan terakhir. Maklum, masyarakat di India saat ini ramai-ramai memborong emas, sebelum pajak pembelian emas naik 3%. Aturan tersebut bakal diberlakukan pada 1 Juli mendatang.

Suluh Adil Wicaksono, Analis Cerdas Indonesia Berjangka menambahkan, pada periode April-Mei 2017, permintaan emas di India sudah naik empat kali lipat dibandingkan periode yang sama di 2016. Jadi, terjadi kenaikan permintaan emas di luar musim pernikahan.

World Gold Council memprediksi sepanjang 2017 permintaan emas India bisa mencapai 700 ton. Di 2020 mendatang, permintaan emas India diprediksi naik jadi 900 ton. Ketiga, permintaan emas di China juga diprediksi naik sekitar 55% atau mencapai sekitar 1.000 ton sepanjang tahun ini.

Salah satu penyebabnya, masyarakat China menilai ekonomi negara ini melambat. Hal ini membuat masyarakat berburu emas sebagai safe haven.

"Permintaan emas fisik yang naik jelas imbasnya positif bagi harga, hanya saja belum terasa di pasar karena fokus pasar global tertuju ke FOMC," kata Suluh.

Apalagi, sampai akhir Mei 2017 disampaikan, kepemilikan emas People's Bank of China sudah menyentuh 1.842,6 ton dan berpeluang besar naik lagi. "Kenaikan permintaan di China dan India ini imbasnya kuat, sebenarnya karena kedua negara ini adalah dua konsumen terbesar emas global," papar Suluh.

Dalam jangka pendek, harga emas masih bisa terkoreksi akibat penguatan dollar AS. Tapi jika data ekonomi AS memburuk dan ketegangan di Timur Tengah terus berlanjut, harga emas akan kembali bergerak menguat. Sehingga bukan tidak mungkin di akhir semester I-2017, harga emas bisa kembali tembus level US$ 1.280 per ons troi.

Dari sisi teknikal harian, Suluh menjabarkan harga emas masih bergerak di atas moving average (MA) 50 namun masih di bawah MA 100 sehingga pergerakan terbatas. Garis moving average convergence divergence (MACD) di area 54 pun berpola uptrend.

Ini sejalan dengan indikator relative strength index (RSI) dan stochastic yang memberi sinyal naik. Karena itu, Suluh memprediksi hari ini (16/6) harga emas bergerak di rentang US$ 1.252US$ 1.273 per ons troi. Sementara Nanang memprediksi harga emas akan bergerak di rentang US$ 1.240US$ 1.290 per ons troi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie