JAKARTA. Rencana pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi yen atau Samurai bond tahun ini, terancam batal. Rahmat Waluyanto, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan, mengatakan pembatalan penerbitan Samurai bond tersebut lantaran ongkos yang harus dikeluarkan oleh pemerintah terlampau mahal. Japan Bank for International Cooperation (JBIC), sebagai pemberi jaminan untuk penerbitan instrumen tersebut meminta biaya atau fee garansi yang lebih mahal dibandingkan dua penerbitan Samurai bond sebelumnya. "Besaran guarantee fee hingga kini masih dibicarakan dengan JBIC. Kalau terlalu mahal, mungkin penerbitan Samurai bond tahun ini batal,"ujar Rahmat, Senin (2/4).Rahmat mengatakan kendati Indonesia telah menggenggam peringkat investment grade, namun penerbitan Samurai bond tahun ini tetap membutuhkan fasilitas garansi dari JBIC.Alasannya, investor Jepang relatif konservatif dan menganggap surat utang yang diterbitkan pemerintah Indonesia masih membutuhkan garansi."Ketika Indonesia belum investment grade, investor Jepang meminta garansi. Begitu kita sudah investment grade, kita dianggap masih baru menggenggam investment grade sehingga masih membutuhkan garansi," ujar dia.Semula, pemerintah berencana menerbitkan samurai bond pada April atau kuartal II tahun 2012 ini. Penerbitan Samurai bond tersebut untuk refinancing atau membayar utang denominsi yen yang jatuh tempo tahun ini.Sekedar mengingatkan, Indonesia sudah dua kali menerbitkan Samurai bond, yakni seri RIJPY0719 yang terbit pada Juli 2009 dan akan jatuh tempo pada 29 Juli 2019 senilai ¥ 30 miliar, kuponnya 2,73%. Lalu, RIJPY1120 terbit November 2010 akan jatuh tempo pada 12 November 2020 senilai ¥ 60 miliar berkupon 1,6%.Analis obligasi Danareksa Sekuritas Yudhistira Slamet menduga untuk kebutuhan refinancing tersebut, pemerintah akan memenuhinya dari penerbitan surat utang domestik dalam denominasi rupiah. Hal tersebut dilakukan karena penerbitan surat utang domestik lebih murah ketimbang dalam mata uang asing."Selain itu, penundaan kenaikan BBM membuat anggaran subsidi dalam APBN membengkak sehingga anggaran untuk penerbitan surat utang semakin berkurang. Saya pesimistis pemerintah akan menerbitkan obligasi dalam denominasi mata uang asing," ujar dia.Kendati demikian, dia menilai penerbitan Samurai bond masih memiliki prospek menarik. Menurut dia, permintaan atas penerbitan instrumen tersebut masih akan membludak. "Apabila jadi diterbitkan tahun ini, saya perkirakan pemerintah akan memberikan kupon sekitar 1,2% hingga 1,3% untuk Samurai bond. Kupon diatas 1% sudah bagus sekali karena kupon untuk obligasi Jepang sangat rendah," tutur dia.Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih sepakat. Menurut dia, membengkaknya anggaran dalam APBN akibat ditundanya kenaikan harga BBM mengakibatkan biaya pemerintah untuk penerbitan surat utang mengalami perubahan. Menurut dia, refinancing utang bisa dipenuhi dengan penerbitan global bond denominasi dollar Amerika Serikat (AS). "Nilai tukar dollar AS sedang menguat dibandingkan yen sehingga risikonya lebih kecil apabila nanti dikonversi dalam yen," tutur dia.Dia menilai, sejatinya tahun ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk menerbitkan samurai bond. Instrumen tersebut diperkirakan akan dibanjiri oleh investor Jepang karena likuiditas yang masih banyak. "Ekonomi Jepang juga sudah mulai membaik pascatsunami dan bencana banjir lalu sehingga risikonya berkurang," tutur dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Emisi Samurai Bond batal, padahal prospek bagus
JAKARTA. Rencana pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi yen atau Samurai bond tahun ini, terancam batal. Rahmat Waluyanto, Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan, mengatakan pembatalan penerbitan Samurai bond tersebut lantaran ongkos yang harus dikeluarkan oleh pemerintah terlampau mahal. Japan Bank for International Cooperation (JBIC), sebagai pemberi jaminan untuk penerbitan instrumen tersebut meminta biaya atau fee garansi yang lebih mahal dibandingkan dua penerbitan Samurai bond sebelumnya. "Besaran guarantee fee hingga kini masih dibicarakan dengan JBIC. Kalau terlalu mahal, mungkin penerbitan Samurai bond tahun ini batal,"ujar Rahmat, Senin (2/4).Rahmat mengatakan kendati Indonesia telah menggenggam peringkat investment grade, namun penerbitan Samurai bond tahun ini tetap membutuhkan fasilitas garansi dari JBIC.Alasannya, investor Jepang relatif konservatif dan menganggap surat utang yang diterbitkan pemerintah Indonesia masih membutuhkan garansi."Ketika Indonesia belum investment grade, investor Jepang meminta garansi. Begitu kita sudah investment grade, kita dianggap masih baru menggenggam investment grade sehingga masih membutuhkan garansi," ujar dia.Semula, pemerintah berencana menerbitkan samurai bond pada April atau kuartal II tahun 2012 ini. Penerbitan Samurai bond tersebut untuk refinancing atau membayar utang denominsi yen yang jatuh tempo tahun ini.Sekedar mengingatkan, Indonesia sudah dua kali menerbitkan Samurai bond, yakni seri RIJPY0719 yang terbit pada Juli 2009 dan akan jatuh tempo pada 29 Juli 2019 senilai ¥ 30 miliar, kuponnya 2,73%. Lalu, RIJPY1120 terbit November 2010 akan jatuh tempo pada 12 November 2020 senilai ¥ 60 miliar berkupon 1,6%.Analis obligasi Danareksa Sekuritas Yudhistira Slamet menduga untuk kebutuhan refinancing tersebut, pemerintah akan memenuhinya dari penerbitan surat utang domestik dalam denominasi rupiah. Hal tersebut dilakukan karena penerbitan surat utang domestik lebih murah ketimbang dalam mata uang asing."Selain itu, penundaan kenaikan BBM membuat anggaran subsidi dalam APBN membengkak sehingga anggaran untuk penerbitan surat utang semakin berkurang. Saya pesimistis pemerintah akan menerbitkan obligasi dalam denominasi mata uang asing," ujar dia.Kendati demikian, dia menilai penerbitan Samurai bond masih memiliki prospek menarik. Menurut dia, permintaan atas penerbitan instrumen tersebut masih akan membludak. "Apabila jadi diterbitkan tahun ini, saya perkirakan pemerintah akan memberikan kupon sekitar 1,2% hingga 1,3% untuk Samurai bond. Kupon diatas 1% sudah bagus sekali karena kupon untuk obligasi Jepang sangat rendah," tutur dia.Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih sepakat. Menurut dia, membengkaknya anggaran dalam APBN akibat ditundanya kenaikan harga BBM mengakibatkan biaya pemerintah untuk penerbitan surat utang mengalami perubahan. Menurut dia, refinancing utang bisa dipenuhi dengan penerbitan global bond denominasi dollar Amerika Serikat (AS). "Nilai tukar dollar AS sedang menguat dibandingkan yen sehingga risikonya lebih kecil apabila nanti dikonversi dalam yen," tutur dia.Dia menilai, sejatinya tahun ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk menerbitkan samurai bond. Instrumen tersebut diperkirakan akan dibanjiri oleh investor Jepang karena likuiditas yang masih banyak. "Ekonomi Jepang juga sudah mulai membaik pascatsunami dan bencana banjir lalu sehingga risikonya berkurang," tutur dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News