Emiten Baja Ini Ungkap Potensi Oversupply Baja dari China



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Krisis yang melanda industri baja di China diprediksi akan memperparah potensi oversupply baja di dalam negeri. 

Kondisi ini dipicu oleh melemahnya industri baja di China yang mengalami kerugian besar-besaran sepanjang paruh pertama tahun ini. 

Berdasarkan laporan Bloomberg, hampir tiga perempat produsen baja di China mengalami kerugian dan kebangkrutan, termasuk beberapa perusahaan baja besar seperti Xinjiang Ba Yi Iron & Steel Co, Gansu Jiu Steel Group, dan Anyang Iron & Steel Group Co.


Sebagai salah satu pemain utama di sektor baja nasional, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) memperingatkan bahwa potensi oversupply baja di Indonesia sangat mungkin terjadi jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan untuk membatasi impor baja dari China. 

Baca Juga: Krisis Baja Tiongkok, Indonesia Bisa Jadi Target Buangan Baja Negeri Tirai Bambu

Corporate Secretary Steel Pipe Industry of Indonesia, Johannes W. Edward, menyatakan bahwa ancaman oversupply bisa menjadi kenyataan apabila pemerintah tidak mampu menahan laju impor baja dari negeri tirai bambu tersebut.

Peran Penting Pemerintah dalam Menangani Oversupply

Johannes menambahkan bahwa potensi oversupply tidak hanya disebabkan oleh peningkatan ekspor baja dari China, tetapi juga relokasi industri baja dari China ke kawasan ASEAN, termasuk Indonesia. 

"Oversupply sangat mungkin terjadi terutama jika relokasi industri dilakukan tanpa perencanaan yang matang," jelasnya. 

Relokasi tersebut berpotensi memperburuk keadaan jika tidak ada regulasi yang ketat.

Lebih lanjut, Johannes menekankan pentingnya peran pemerintah dalam melindungi konsumen dan industri baja nasional. Pemerintah harus memastikan bahwa investasi asing yang masuk ke Indonesia sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas industri manufaktur dalam negeri. 

“Ini sangat mendesak. Investasi asing harus memperhatikan urgensi dan kapasitas industri lokal, bukan hanya berfokus pada relokasi pabrik,” tegasnya.

Baca Juga: Perhitungan TKDN Belum Berpihak pada Produsen Pipa Baja Seamless Dalam Negeri

Ancaman Dumping Industri

Mengenai dampak potensi oversupply terhadap kinerja perseroan, Johannes belum bisa memberikan estimasi kerugian yang mungkin terjadi. 

Namun, ia memperingatkan bahwa jika relokasi industri baja dari China dilakukan secara sembarangan, maka bukan hanya produk yang akan mengalami dumping, tetapi juga seluruh sektor industri. 

"Jika relokasi terjadi tanpa kendali, maka kita akan menghadapi masalah dumping industri, bukan hanya dumping produk," tambahnya.

Konsumsi Baja Dunia Tergantung pada China

Berdasarkan data dari World Steel Association (WSA), konsumsi baja dunia pada tahun 2024 masih sangat bergantung pada China yang menyerap lebih dari 50% konsumsi baja global. 

Namun, pada kuartal ketiga tahun ini, China mencatat penurunan signifikan dalam penyerapan baja akibat krisis properti yang berkepanjangan. 

Hal ini turut mempengaruhi harga baja di China, yang tercatat turun lebih dari 20% menjadi 3.208 yuan (sekitar Rp7 juta) per ton, serta harga bijih besi yang telah anjlok lebih dari 28% sepanjang tahun ini.

Baca Juga: Pasar Domestik Dibanjiri Aneka Produk Asal China

Selain penurunan penyerapan di sektor properti, industri baja China juga menghadapi tekanan dari penerapan bea anti-dumping oleh beberapa negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. 

Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar potensial bagi baja ‘buangan’ China. 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor baja dan besi dari China ke Indonesia terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2020, volume impor baja dari China mencapai 1,83 juta ton, meningkat menjadi 3,71 juta ton pada tahun 2023.

Selanjutnya: Tampil di S/ALON Budapest2024 Furnitur Indonesia Raih Potensi Transaksi Rp1,16 Miliar

Menarik Dibaca: Sabun Pencuci Piring Ekonomi Luncurkan Varian Baru, Padukan Nanas dan Lemon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .