Emiten dengan jumlah saham publik jumbo tak selalu likuid, ini sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten tercatat memiliki saham beredar di publik dalam jumlah besar. Riset Kontan menunjukkan setidaknya ada 10 saham emiten dalam daftar tersebut.

Pertama ada Hanson International (MYRX). Jumlah saham publik emiten milik Benny Tjokro ini mencapai 76,16 miliar atau setara 87% dari total sahamnya. Ada juga unit bisnis properti milik taipan Hary Tanoesoedibjo, MNC Land (KPIG) yang saham publiknya mencapai 37,55 miliar saham atau sekitar 50,69% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh.

Ketiga ada Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Bank pelat merah ini memiliki saham publik 53,34 miliar saham atau setara dengan 43,24% dari modal disetor. Bumi Resources (BUMI) juga memiliki free float 50,63 miliar saham atau setara dengan 77,32% modal disetor.


Setelah BUMI, Telekomunikasi Indonesia (TLKM) mencatat saham publik 47,90% dari seluruh total saham ditempatkan dan disetor atau setara dengan 47,45 miliar saham.

Saham free float Bakrieland Development (ELTY) mencapai 38,40 miliar saham atau mewakili 88,24% dari modal disetor. Rimo International Lestari (RIMO) memiliki free float 81,62% yang setara dengan 35,95 miliar saham. Sedangkan Smartfren Telecom (FREN) mencatat 15,99 miliar saham yang beredar di publik.

Setelah itu ada Trada Alam Minera (TRAM) dan BPD Banten (BEKS) yang masing-masing memiliki volume saham free float 28,22 miliar saham atau setara dengan 56,85% dan 25,47 miliar saham atau setara dengan 39,73% dari total modal ditempatkan dan disetor. TRAM bahkan berencana akan menambah 100 miliar saham baru dalam aksi korporasi rights issue.

Meski begitu, saham beredar dalam jumlah jumbo tak menjamin likuiditas transaksinya. Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, hanya beberapa saham yang dia nilai cukup likuid. “Hanya BBRI, TLKM, BUMI, FREN dan TRAM yang bisa dibilang cukup likuid,” ujar Nafan ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (3/7). Hal itu tampak dari transaksi perdagangan saham emiten tersebut.

Analis Reliance Sekuritas Kornelis Pandu mengatakan, tak semua saham dengan bobot free float besar likuid. Hal itu disebabkan oleh bid-offer pada saham-saham tersebut relatif kecil. “Hal itu lantas memengaruhi jumlah transaksi perdagangan hariannya,” kata Kornelis kepada Kontan.co.id, Rabu (3/7).

Jumlah bid-offer yang mini menyebabkan harga saham dapat bergerak naik dan turun secara drastis. “Kondisi sedemikian rupa kurang cocok untuk investor doyan short trading,” kata Kornelis.

Nafan menambahkan tidak likuidnya sebagian saham dengan jumlah free float yang besar itu dipengaruhi beberapa hal, terutama kinerja keuangan emitennya. Namun hal itu bukan satu-satunya faktor utama.

Nafan mencontohkan saham KPIG. Meski tidak likuid, kinerja KPIG tumbuh sepanjang kuartal I tahun ini. “Valuasi KPIG dengan PER sebesar 332,50 kali itu termasuk mahal. Makanya kurang diminati oleh para pelaku pasar,” ujar Nafan.

Pun dengan saham yang likuid. Menurutnya, selain likuiditas, investor juga perlu memperhatikan valuasinya. “Seperti saham TRAM. Meski mengalami kinerja yang oke, dengan pertumbuhan laba mencapai 296% dan cukup likuid, tapi PER dari emiten ini cukup tinggi di angka 62,77 kali,” kata Nafan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati