Emiten dengan utang dollar AS lebih sensitif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terancam mempengaruhi kinerja emiten, terutama yang memiliki utang berdenominasi dollar.

Mengutip Bloomberg, Jumat (2/3), kurs rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,07% ke Rp 13.757 per dollar AS.  Sepekan, mata uang Garuda sudah terdepresiasi sebesar 0,65%. Penguatan dollar AS bisa memberatkan kinerja sebagian emiten.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas menyatakan, pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif bagi emiten, misalnya sektor farmasi. Meski demikian, dia menilai perubahan nilai tukar rupiah juga masih volatil. Apabila berlangsung dalam jangka pendek, perubahan nilai tukar tersebut tidak punya dampak signifikan.


“Tapi kalau berlangsung lama, bisa jadi sentimen negatif yang mempengaruhi angka-angka di laporan keuangan, khususnya proyeksi 2018,” kata Alfred kepada KONTAN di Bursa Efek Indonesia, Jumat (2/3).

Selain karena pengaruh sektoral, emiten yang punya utang dalam bentuk dollar AS juga akan sangat terpengaruh. Emiten yang punya utang dollar AS dalam jumlah besar dinilai lebih sensitif dibandingkan emiten dengan core bisnis menggunakan mata uang dollar AS.

“Utang yang tak di-hedging akan jauh lebih berisiko karena bicara mengenai pelaku pasar, yang melihat beban secara real. Pasar melihat berapa beban bunganya, keuangan, dan ini tentu akan lebih sensitif,” lanjutnya.

Adapun, tekanan yang melanda rupiah dipicu ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserves lebih dari tiga kali pada tahun ini. Menurut Alfred, Bank Indonesia akan berat menaikkan suku bunga acuannya. Rupiah bisa berpotensi lebih volatil. Menurutnya, level rupiah paling kuat di Rp 13.900 per dollar. “Kalau bisa diredam sampai sana, bisa ada teknikal rebound,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini