KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan pelat merah di sektor farmasi sedang dibayang-bayangi oleh sejumlah dugaan
fraud. Mulai dari pelanggaran penyediaan data laporan keuangan hingga adanya transaksi fiktif dan pinjaman onlie. PT Kimia Farma Tbk (
KAEF) baru saja menemukan adanya dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi di anak usaha yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA). Hal ini berpengaruh pada pos pendapatan, HPP, dan beban usaha yang kemudian berkontribusi signifikan terhadap kerugian di tahun 2023. Kenaikan beban usaha tahun 2023 juga meningkat secara dominan pada KFA. Pada tahun 2023, penjualan bersih KAEF tercatat sebesar Rp 9,96 triliun atau meningkat 7,93% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 9,23 triliun. Tetapi, kerugian KAEF di tahun 2023 membengkak menjadi sebesar Rp 1,48 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercacat rugi Rp 190,4 miliar.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah melaporkan PT Indofarma Tbk (
INAF) dan anak usaha PT Indofarma Global Medika melakukan aktivitas yang berindikasi
fraud.
Baca Juga: Terkait Dugaan Fraud, Kimia Farma (KAEF) Terancam Kehilangan Kepercayaan Investor Melansir Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dirilis BPK, INAF bersama PT IGM melakukan beberapa aktivitas yang berindaksi
fraud. Di antaranya kedua perusahaan tersebut melakukan transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG), menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus) serta menggadaikan deposito pada PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) untuk kepentingan pihak lain. Bahkan pada laporan BPK tersebut INAF juga disebut tengah melakukan pinjaman online
(fintech landing). Selain itu juga menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan. "INAF juga menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi dan mengeluarkan dana tanpa
underlying transaction," tulis laporan IHSP BPK yang dikutip pada Selasa (18/6). Selanjutnya ditemukan adanya
windows dressing laporan keuangan perusahaan. INAF juga dilaporkan membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan. "Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG," tulis laporan IHSP.
Baca Juga: Begini Prahara yang Menimpa Emiten Farmasi BUMN: KAEF dan INAF Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, dugaan tersebut jelas dapat memberikan dampak kepada fundamental KAEF. Dia mencermati,
fraud yang terjadi pada KAEF ini berdampak negatif pada fundamentalnya. "Meski begitu saat ini juga manajemen sedang melakukan pembenahan untuk memperbaiki fundamental perusahaan," ujar Azis kepada Kontan.co.id, Selasa (18/6). Azis melihat saat ini masih banyak sentimen negatif yang mempengaruhi kinerja emiten BUMN farmasi. Dia menyebutkan, adanya permasalahan kasus laporan keuangan yang disertai kenaikan suku bunga acuan, depresiasi rupiah yang masih meningkatkan beban dari emiten farmasi BUMN. Menurut Azis permasalahan dari sisi internal ini akan menjadi nilai yang kurang baik bagi investor. Sehingga investor akan takut dan menghindari saham-saham emiten farmasi BUMN. "Dampak ke kinerja saham pastinya negatif karena investor menjadi takut akibat masih banyaknya sentimen negatif," kata Azis.
Baca Juga: Kimia Farma (KAEF) Mengakui Adanya Dugaan Pelanggaran Keuangan di Kimia Farma Apotek Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy juga mengatakan dugaan pelanggaran penyediaan data laporan keuangan Kimia Farma (KAEF) jelas akan berdampak besar pada fundamentalnya. Hal itu karena secara
cash flow dan likuiditasnya sudah negaif. "Sehingga solvabilitasnya jadi berisiko," ujar Budi. Dampak lebih besarnya menurut Budi hal itu akan menurunkan kepercayaan dari berbagai sisi. Mulai dari kreditur,
supplier hingga karyawan yang kemudian juga akan sangat berpengaruh pada keyakinan investor. "Jika kreditur dan
supplier sudah mulai tidak percaya, maka berikutnya investor pun akan hilang keyakinannya," ujarnya. Prospek BUMN Farmasi menurut Budi juga sudah sangat sulit untuk bisa terlepas dari kerugian. Bahkan menurutnya BUMN farmasi saat ini sudah tidak bisa mengandalkan pasar yang lebih besar.
Baca Juga: Bio Farma Ajukan PMN Rp 2,21 Triliun di Tengah Persoalan yang Membelit INAF dan KAEF Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas melihat terkait
fraud pada INAF maupun KAEF ini sangat menjadi perhatian khusus. Hal ini menurutnya akan berdampak negatif pada kinerja sahamnya. "Laporan dugaan
fraud tersebut akan berdampak negatif pada kinerja dan Harga sahamnya, harga sahamnya sendiri sudah merespons negatif karena investor khawatir," ujar Sukarno.
Sukarno menyebutkan dampak negatif yang akan dirasakan emiten farmasi BUMN ini antara lain penurunan kepercayaan investor, penurunan penjualan yang disebabkan oleh reputasi buruk dan sanksi regulasi. "Hal itu jelas akan membebani perusahaan," ucap dia. Dalam kondisi saat ini, Sukarno menyarankan untuk para investor melakukan
wait and see terlebih dahulu. Selain itu juga bisa menghindari saham-saham yang menimbulkan penurunan kepercayaan investor akibat adanya kasus tersebut. Dengan begitu Sukarno merekomendasikan untuk
trading sell pada PT Indofarma Tbk (INAF). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati